Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Karya Unggulan Lomba Penulisan Puisi Etnika Fest 2017

author = Redaksi Kibul

GUMAM MALAM STASIUN PINGGIR KOTA

Oleh Chandra Krisnawan

 

Tatapan selapis celak dan senyum segaris gincu
lembap di udara. Warna jelaga rel baja susut. Dingin
menjelanak. Atis kerak sampai sumsum.
Duri berbentuk batu-batu kerikil membentang
seluas ruang. Deru kereta kesudahan
meruyupkan stasiun pinggir kota.

 

Aku terkesima di kisaran gelap. Mendengar

seruan tanpa paras. Meletup
40 derajat ke langit. Lalu jatuh.
Lantas memantul. Lamban

melembam di tanah: Singgahlah!

 

Pijar 90 watt menjauh di puncak tiang.
Biji mata-biji mata mengorek cahaya.
Seorang perempuan memperbaik letak duduk

di atas dingklik rendah.
Meluruskan kaki pada bantalan
bantalan nasib. Juga punggung. Baju.
Dan rambut berbando biru muda.
Lebu berselang.

Lusuh kain. Dan tubuh.

 

Malam merembang ketika kereta tangki
menyeberang. Berat dan panjang. Sekian parut senyum
merambang-rambang. Angin merenggang.

Embun mengembang. Sepi merungkup.

Hari rampung.

 

Lagi. Dan berulang kali. Aku termangu.

Seruan sonder rupa

menyapu ruang seluas kerling dengan

jaring leksem yang selalu sama. Tapi getir.

Lingsir di dada. Tenda dan dinding

bergetar: Berakhirlah!

Surabaya, Maret-April 2017

 

Chandra Krisnawan, lahir 01 November 1983. Alumnus Sastra Indonesia Unesa. Menulis puisi, cerpen, dan esai. Pernah bekerja sebagai wartawan/penulis lepas di sebuah media online yang turun cetak dua minggu sekali. Saat ini bekerja di sebuah perusahaan logistik yang ada di Surabaya.

 

 

ANAAR GULLY[1]Bahasa Hindi yang berarti “Gang Buah Delima”

Oleh Andre Wijaya

–India Utara, Juni 1947

Malam sepakat membangun kebohongan ketika lagu-lagu

dinyanyikan dari ibu masa lalu dan musim-musim serta cuaca

menjelma perempuan yang butuh pelukan

suatu kali, ruh kepergian berpulang di atas charpoi[2]Tempat tidur dari tikar ini

adalah kesedihan angsa-angsa kehilangan telur

dari gerimis di punggung tanganmu, tumpah

menjadi hujan di kedalaman lekung mataku

ayah, Anaar Gully adalah kau yang sakit pinggang

menumbuhkan banyak semak di dadaku

dan kita bernyanyi ketika menatapi cecak di dinding

dari atap langit yang sedang sulit

tatapanmu luas malam, sebuah alkisah dari rahasia mataku

kepada pagi dan langit awal bulan

aku mengunjungi dada ibu dari air mata yang terbakar

janda yang lepas dari kota pada sebuah dermaga

ibu yang menikahi paus-paus di kedalaman laut biru

di sungai panjang kita mencari muka sendiri

sepi ikan-ikan, tubuhmu yang hanyut

dari batang pisang di selokan panjang

anak-anak belajar merangkak keluar kandungan

dari perempuan yang mengalirkan air mani ke dalam rahimnya

di antara serat rambut, doa, dan zikir yang menggantung

rumah kita selalu malam, lilin membakar habis dirinya sendiri

mengekalkan demam yang sulit susut dari panas hari

mengirim gemuruhmenjelma petir

membunuhi anak dan perempuan dari kabar malapetaka

ketika tubuh kita air mata yang selalu basah

tubuhmu rumah ditinggal sepi

orang-orang bergegas dari sisa demam digemetar bibirmu

tetapi ciuman seperti menyimpan lemari dingin

dan korek api membakar almari es[3]Judul puisi dari Made Wianta, seorang pelukis dan penyair kelahiran Denpasar

dadamu mengisap daun eukaliptus dan surat-surat kehilangan banyak kabar

dari hitam matamu lebih pekat ketika wajah kita sekeras kayu

menuliskan mendung, dari pohon pisang yang tumbang di belakang rumah

di antara pura, musala, dan toko-toko menjual sitar[4]Alat musik petik, banyak digunakan dalam musik klasik India atau tabla[5]Alat musik perkusi yang populer, digunakan dalam musik klasik India

kita serakan kaleng-kaleng made in Pakistan dan India yang berpisah

membentang jarak dari kegugupan paspor masa lalu

suatu kali India tumbuh di antara kota yang kemarau

menggotong tubuh sendiri dari nasib lapar penjual kayu bakar

dinding tembok hanyalah kerut keningmu menyimpan getar stasiun kereta

ketika di seberang, gadis-gadis kurus mandi di tepi sungai

menunggu nyanyian burung-burung elang dan gerbong

memberangkatkan jerit perempuan seperti lelaki kehilangan syahwat

mengolesi tubuh dari penyakit serta cuaca buruk

aku siaran radio milik ayah menyimpan semur tua, iklan pembesar

menyusun nelangsa dari serakan putus asa disilau matamu

maka suatu hari, orang-orang berhenti melahirkan banyak bayi

dan kematian berhenti dari tidur yang tersisa pada rambutku

seperti bahasa burung, menyiapkan selimut dan gigil tubuh

di antara mayat-mayat yang terbakar pada sisa air mata

dan tubuhmu, meninggali India yang tak lagi tumbuh di dadaku

Yogyakarta, 9 Mei 2017

Catatan: Terinspirasi dari novel terjemahan A Beautiful Lie—Dusta yang Indah karya Irfan Master tentang pemisahan India

 

Andre Wijaya. Lahir di Binjai, 26 Oktober 1997. Merupakan mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada. Tergabung di sanggar Lincak FIB UGM. Menulis puisi. Karyanya termuat di antologi bersama, salah satunya “Rumahku Jalan-jalan Macet (2016).

 

 

Sungguh Begitu Dekat Tempat untuk Berdoa

Oleh Jusiman Dessirua

 

/1/

Kita tak pernah lihai mengangkat kepala

Lalu membiarkan fikiran jatuh ke bebayang yang mengalir deras di punggung kita

Karena sungguh, begitu dekat tempat untuk berdoa

Inti laut bukan pada pusarnya yang telentang, tetapi tepi.

di deru-deru sungai, di urat-urat masa lalu yang gusar dan tak kunjung kembali

 

 

/2/

yang terpenting ialah ketabahan menerimamu

di palung terdalam dadaku, aku menimang-nimang pesan dan kesan

Mengejanya, menelitinya satu persatu diantara langit, dan angin

mendekapnya, mendekam diantara dingin dan ingin

menanti, hingga pada akhirnya di punggung musim kita mengubur diri.

 

Selasa 25 april 2017

 

Jusiman Dessirua, lahir di sebuah kampung kecil bernama kajang, kabupaten  Bulukumba, studi strata satu di Universitas Negeri Makassar. Aktif dalam lembaga kemahasiswaan Bestra. Suka berlama lama dengan kopi dan beberapa buku. Karya-karyanya sering terbit di media seperti Fajar, Go cakrawala, Nusantaranews.co, MakassarCerdas.com dan beberapa event sastra

 

*Foto oleh Markku Levula

 

Redaksi Kibul.in membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa pun untuk berkontribusi dalam media ini. Kami menerima tulisan berupa cerita pendek, puisi, esai, resensi buku, dan artikel yang bernafaskan sastra, seni, dan budaya. Selain itu, kami juga menerima terjemahan cerpen dan puisi.

Silakan mengunjungi halaman cara berkontribusi di: https://kibul.in/cara-berkontribusi/

References

References
1 Bahasa Hindi yang berarti “Gang Buah Delima”
2 Tempat tidur dari tikar
3 Judul puisi dari Made Wianta, seorang pelukis dan penyair kelahiran Denpasar
4 Alat musik petik, banyak digunakan dalam musik klasik India
5 Alat musik perkusi yang populer, digunakan dalam musik klasik India