Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Ziarah

author = Moh. Alim

Ziarah

/1/
Rombe,
ketika bayi yang kau kandung tidak lagi mengea
suaranya yang keras dikalahkan oleh burung-burung di sangkar
apa yang sedang kau sembunyikan dari kenyataan?
tentu aku murka dan bertanya.

Angin-angin yang berkelimang di pagi hari
meniup sambil menerkam :
barangkali bayi itu sedang menerjang otakku.
sehingga anugrah kau sebut hukuman seorang pendosa.

Mataku yang meruncing nafasku yang kian sesak,
seolah peluru dan granat membungkam mulutku.

Rombe,
kemana bayi itu?
aku ingin menasihati sebuah perjalanan hidup
yang mesti didengar :
bahwa hidup tidak melulu membela diri
dan kejujuran perlu di jaga sampai mati.
Tentu aku murka dan bertanya ?

-Puisi-Alim-

Ziarah

/2/
sungguh sunyi anak yang mati
sungguh sepi anak yang mati,
Sayang !
Anak itu bukan mati sendiri.

betapa suram anak itu menjerit sendiri,
perlahan-lahan,
petaka tumbuh di pagi hari.

Sayang !
Maut di sini kejam,
di mana dataran terlalu lapang,
di mana langit terlalu adiluhung.

di kota ini kita sedikit begitu sengsara
berpijak di tanah yang mendidih,
di bawah langit
kita dihujani oleh yang satu
dan yang lain beku diambang pintu.

Sayang !
di jalan yang lemah, kita sedang berduka.

-puisi-Alim-

Ziarah

/3/
Di dalam jendela kamar
ada yang meraung sekuat suara
ada jua yang menundukkan kepala
ada yang sedang bermimpi
ada yang putus asa
ada pula yang berpikir.

Ketika syair-syairku mati
ada yang tidak mendengar
ada yang menangis
ada yang berbisik sebuah nama
ada yang menarik nafas
ada yang berduka.

Ketika kota berkabut asap
ada yang menolak derita
ada jua yang menjerit perlahan
ada yang menjanjikan masa depan
ada yang lapar dan dahaga.
Manusia menderita
manusia telah menderita
alangkah panjang malammu !

-puisi Alim-

Musim Dingin

musim dingin hanya sebentar
musim dingin tidak kekal, anakku,
musim dingin tidak kekal.

jangan kau biarkan disita oleh waktu
jangan kau biarkan ditipu oleh masa muda
jangan biarkan kau dihantam senapan dan peluru
tengaklah !
jangan seperti bunga yang mudah layu.

musim dingin tidak kekal, anakku,
musim dingin tidak kekal
ia cepat melintas di usia muda:
lalu sedulur api membakar matamu.

musim dingin tidak kekal, anakku,
musim dingin tidak kekal.
ketika sangkamu: lonceng kehidupan berderu
membajak hari pagimu
maka lonceng malammu menjadi
akhir suka dan dukamu.
musim dingin tidak kekal, anakku,
musim dingin tidak kekal

-puisi Alim-

Air Mata, Mata Air

Rinai tangisan hatiku
sebagai rintik hujan di kota :
apa guna gerangan makna lesu
yang menjadi penyusup kalbuku?

Aduu… lembutnya tetesan hujan
merintiki tanah dan atap rumah kami.
wahai, tarian hujan
hati kami diambang bosan !

Hamburan ratap kami berujung tanpa sebab
dalam hati yang digandrungi egosime diri.
apakah penghianatan selalu tidak ada?
tentu, sesal ini tidak menemukan sebab.

Sungguh perih dan menyiksa !
ketika kami sama-sama tidak tahu
keindahan tragedi dan cinta.
Hati pun larut dalam derita.

-Puisi Alim-