TULISAN AWAL JUNI
Azan berkumadang!
: mengapa harus kulewati rumahnya
untuk menuju rumah-Mu?
Tuhan, kini sandalku rusak!
(2016)
NEON
Seekor kumbang terbalik di pelataran masjid, tiga pasang kakinya bergerak-gerak hendak meraih sesuatu. Cahaya! Mungkin sang kumbang tengah merindu, bagai si pungguk merindukan bulan.
Suatu daya mengerakkanku: membalikkan badannya
ia menyentuh jariku dan kami merasa bercahaya!
Mei, 2017
DUHAI, CAHAYA DI ATAS CAHAYA
Pada bayangan diri, aku masih tergoda
padahal aku begitu ingin seperti laron yang sirna
terbakar dalam penyatuan
Apa karena begitu terangnya cahaya
sampai-sampai aku terpesona pada bayangan—diri?
(1438)
DI MASJID
Kita dulu kerap berlomba, berteriak “amin” paling keras dan kencang saat menghadap-Nya. Dan kita amat suka saat dimarahi orang-orang itu, lalu senyum-senyum sendiri saat mengingat-ingat wajah-Nya yang ikut bahagia mendengar suara kita. Namun, kini kupikir kita sama naifnya dengan mereka—bahkan mungkin lebih. Kita berlaga khusyuk: mengalami perjumpaan, padahal kita bener-benar memaling.
(1438)
MALAM-MALAM GANJIL! AKU MENCARI KEGENAPAN BATIN
Jika aku bersandar pada tiang rumah-Mu
entah mengapa aku selalu terpejam:
membayangkan apa itu keabadian
(1438)
*gambar tiang Masjid Vakil di Shiraz, Iran
Catatan Redaksi:
Puisi-puisi Polanco adalah puisi religius. Religiusitas dalam puisi ini adalah persoalan pencarian dan penemuan (jalan) cahaya. Apakah kita harus senantiasa menatap matahari untuk bisa melihat cahayanya? Tentu saja tidak karena mata kita malah akan rusak karenanya. Tapi kita masih bisa melihat cahaya itu dari benda-benda yang terkena sinarnya. Benda-benda itulah yang kemudian akan memantulkan cahaya sampai ke mata kita. Kisah kumbang yang terbalik dalam salah satu puisi Polanco adalah bentuk metafora tersebut. Aku lirik akan dapat menemukan cahaya illahiah dari pantulan cahaya yang mengenai si kumbang yang saat itu memerlukan cahaya (pertolongan) Tuhan. Tapi boleh jadi juga, dari kacamata si kumbang, aku liriklah yang sebenarnya menjadi pemantul cahaya illahiah.
Redaksi Kibul.in membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa pun untuk berkontribusi dalam media ini. Kami menerima tulisan berupa cerita pendek, puisi, esai, resensi buku, dan artikel yang bernafaskan sastra, seni, dan budaya. Selain itu, kami juga menerima terjemahan cerpen dan puisi.
Silakan mengunjungi halaman cara berkontribusi di: https://kibul.in/cara-berkontribusi