Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
author = Andre Wijaya
Tragedi potong rambut serupa upacara keluarga
menyucikan diri dari libur paling panjang
anak pulang milik penuh orang tua
di kepala hidup sebuah kecamatan
aku adalah camat membangun segalanya
kota yang resah gagal diselamatkan
dari hari pemotongan
jalanan kembali lengang di kota kami
kehilangan pohon hitam yang rindang
anak tidak akan tumbuh
bayi-bayi mati
kehabisan ketombe pada akar dan batang
seorang anak dari kutu jenis lain sedang mencari ibu
cemas menunggu popok dan puting susu
isak tangis tak akan lama dan tersesat
air mata jatuh ke perut
membentuk kesedihan yang tak pernah larut
aku kenang rambut gugur sebagai kesedihan
menyabari rumah runtuh dan rubuh
lelaki di ujung sana menjelma gunting cukur
meresmikan kutu menjadi yatim piatu
aku masuk ke dalam cermin
tidak berkenalan sama sekali
rumah tangga hancur
dan kematian terus berlompatan dari kepala
entah siapa saja
cinta seluruh rambut panjangku
kecuali satu
: perintah mama adalah nyanyian burung
serupa radio rusak dan murung
di rahim
perempuan membangun puisi
menuliskan syair tentang surai pendek
untuk setiap anak lelaki
aku pulang dengan perasaan yang lain
menuntaskan bon dan keinginan
di wajah
jiwa muda sudah murah meriah
mama jadi sumringah
suatu hari
seseorang berjanji melupakan panjang dan halus rambut
pagi ini Chris Hemsworth ada di televisi
rambut Thor menjuntai ke bahu dan indah sekali
pandanganku kabut
sesuatu menciptakan hujan di mata sendiri
: mengingatkanku pada sebuah tragedi
Perpustakaan UGM, 23 Februari 2017
Seorang lelaki dan perempuan berbincang pada sebuah kepala
dan di kepalaku mimpi basah susah diciptakan
imaji sudah tawuran
tapi tertangkap polisi
segala mesum dipulangkan
dibimbing terlebih dahulu
membawa malu
gagal menghadirkan seorang perempuan di kamar kosku
seorang lelaki tidak pernah bertanya
mengapa di kepala lain perempuan menjadi begitu purba?
pada mimpi paling getas
kesunyian paling purna
ketidakberhasilan yang berulang
adalah kesepian yang mudah pecah
aku putuskan bicara pada kasur
jejak di lantai tercipta saat bangun dan mau tidur
aku adalah si bodoh
yang tak pandai menghapus langkah
pada panjang pendek jarak
dan begitu lumrah
mungkin tidak ada yang tahu
ketakutan menjadi aku sekarang
malam yang kita sebut adalah kecewa
gagal memesumi mimpi-mimpi paling basah
sesuatu mencoba kabur pada sepi yang gigil
seorang perempuan tak berhasil dipanggil
dalam angan-angan yang begitu kecil
maka aku ini orang sederhana bukan?
tidak menjadi istimewa
pada mimpiku yang biasa-biasa saja
Perpustakaan UGM, 2017
Ini hari tak ada jemuran
kau menolak lupa segala hal untuk mencuci
bernyanyi di kamar mandi
melepas pakaian
menggantung segalanya pada paku pintu dengan harapan
: kenangan malam
bekas dan ingatan
tak akan bersih bersama deterjen
yang kau beli dari toko sebelah
ketika baru saja buka
setelah hari lalu menggelar kawinan
hari ini terik sekali
tetapi kau tak sedikitpun punya niat
mengeringkannya dari masa lalu
yang memecahkan kepalamu
karikatur yang membentuk dadamu
seringkali bersentuhan dengan gambar bibir di bajunya
kau paham
: ciuman hanya membuatmu
tidak mau mengambil ember dan sikat di pagi ini
Malam Minggu serupa malam-malam lain
yang gembira menziarahi kesedihan
tentu kau mengingat
hari di mana kau resmi sendiri
: sepulang menonton dari bioskop
dia memutuskanmu
hanya karena tak suka film komedi
yang membuatmu terbahak setengah mati
setelah itu kau lupa
bagaimana cara tertawa
juga bahagia
kawat di luar sana menyuruhmu segera menjemur apapun
karena tidak kuat menjadi sesuatu yang bukan apa-apa
kau melamun di atas kloset
sikat gigi
shampo dan sabun mandi menunggumu sejak tadi
muak menyaksikan laba-laba
: membangun jaring
memamerkan kejantanan pada betina
yang tak lagi takjub setelah ada sesuatu mulai jatuh
dan berisik di atap rumahmu
gerimis
kau tersentak
baru saju ingat
lupa tak membeli pewangi dari toko sebelah
: suami istri yang tiap hari ribut
Mungkin Malam Minggu waktu yang tepat untuk pergi ke laundry pikirmu
Perpustakaan UGM, 5 Februari 2017
Kau tidak pernah suka baju baru dari ibu warna biru
mengapa tidak abu-abu katamu
membuatku cemas
tak sengaja menemukan masa lalu
: kau dan berak menjadi tontonan
di sela-sela pelajaran berhitung
yang tidak pernah kuingat lagi tanggal dan waktu
besok adalah Rabu
hari di mana kau memulainya tanpa kau yang dulu
kemarin kau membeli sesuatu dari toko buku
judulnya membingungkanku
bagaimana bisa kau membeli sebuah buku
Tips Jitu Melupakan Kekasih dan Malam Minggu
tepat di samping novel Cintaku di Kampus Biru?
SMP celana kau hampir ungu
kata ibuku coba pakai belau
celanaku sudah luntur
kau terbayang-bayang saat angin menyibak roknya
celana dalamnya juga ungu lebih ke laut-laut biru
matamu tak bisa mengenali warna
bentuknya memalingkan logika
aku malu berteman denganmu
aku memanggil Tuhan untuk mengutukmu
kelas bersorak
menutup hidung dan teriak panggil guru
itu pertama kali kau lihat sabit di bibirnya
wajahmu purnama bulan digagal awan
membuat kau tidak perlu malu
dengan tahi yang jatuh satu-satu
tak sekalipun ragu-ragu
kau tidak pernah suka baju baru dari ibu warna biru
lebih-lebih celana yang berwarna…
kau tahu?
aku dijuluki anak lugu saat itu
Perpustakaan UGM, 6 Februari 2017
Ada sesuatu yang kau beli dari Pasar yang Baru Buka Beberapa Minggu. Shampo Anti Ketombe, Sabun Mandi Anti Kurap Kadas Panu, Deodoran Murah Meriah Beli Dua Dapat Satu. Kau bertanya, berapa harga yang harus kau bayar? Dua puluh lima ribu, kata Pria Itu. Setelah membayar, seorang pria teriak-teriak ingin bertemu dan mengambil maju. Segalanya menjadi kesal, orang-orang sibuk mencaci maki sambil mengepal tangan dan membentuk tinju. Sesampai di rumah, kau terbayang-bayang kejadian seru. Orang-orang mengingat si Ketiak Kuning yang tak ada malu, itu, sisa deodoran tak hilang di area baju. Kau baru saja mengambil dan membuang sesuatu. Esok. Berencana menjadi pria lain. Datang ke Pasar yang Baru Buka Beberapa Minggu itu.
Perpustakaan UGM, 9 Februari 2017
Catatan Redaksi:
Puisi-puisi Andre Wijaya bisa dikatakan ekspresif sekaligus eksperimental. Memperlihatkan bagaimana ledakan jiwa muda penulis terhadap situasi-situasi di sekelilingnya, terlihat emosional dan tergesa.
Dalam beberapa puisi, ia tampak memilih diksi-diksi yang cenderung bisa dipahami sebagai sesuatu yang jorok. Sebagai contoh kutu, berak, sempak, BH dan lain lain. Agaknya pilihan kata itu untuk menjauhkan diri kesan indah yang sering dipahami dalam penciptaan sebuah puisi. Dalam posisi ini terlihat bagaimana penulis mencoba melakukan gebrakan, hanya saja ia lupa bahwa meskipun tak melulu menggunakan diksi-diksi yang indah keindahan puisi tetap saja muncul, tergantung pada tinggat kepandaian penyairnya sendiri.
Kalau kita lihat puisi-puisi ini masih dikategorikan sebagai tulisan baru—dilihat dari tanggal penciptaannya—sehingga penulis mungkin perlu lebih berhati-hati dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya terlebih dalam bentuk puisi. Tapi keberanian penulis untuk bereksperimen dalam penulisan puisi-puisinya perlu diapresiasi meskipun ia mesti berjuang keras lagi untuk memperoleh kematangannya.
Redaksi Kibul.in membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa pun untuk berkontribusi dalam media ini. Kami menerima tulisan berupa cerita pendek, puisi, esai, resensi buku, dan artikel yang bernafaskan sastra, seni, dan budaya. Selain itu, kami juga menerima terjemahan cerpen dan puisi.
Silakan mengunjungi halaman cara berkontribusi di: https://kibul.in/cara-berkontribusi/