Aku Mencintaimu Lebih dari Buku-Buku
lembar-lembar beraroma kayu merengek memintaku membaca,
tapi dua lembar kelopak matamu yang mengantuk lebih menggoda
mengerjap perlahan, memancar sayang
kuhirup wangi sampo dan kelelahan dari balik selembar daun telingamu sebelah kanan
kertas-kertas kusut
rambutmu kusut
kasur carut marut
halaman menguning dimakan ingatan
gigi kita kuning ditempeli kopi tiap pagi
aku batal membaca
buku cerita di tangan kananku terbuka
sayang, buku-buku jarimu lebih menarik untuk kutelusuri lekuknya
huruf demi huruf merangkai kata di kepala
keluar dari lidah manismu
kalimat-kalimat di buku mengabur tanpa kabar
lelah menunggu tak terbaca
aku mencintaimu lebih dari buku-buku
jangan bilang-bilang buku!
2018
Kapal
pernah suatu masa pada puncak keberanianku,
aku bertanya,
“sayangkah kau kepadaku?”
jawabanmu seperti kata-kata penyair
tenang dan mengawang-awang
ketakutanku menjelma laut
pada bulan purnama
sejak itu aku tahu,
kepastian tak mesti lebih baik
dari apapun juga
keberadaanmu adalah mercusuar,
yang menuntunku berlabuh
atau menjauh
Yogyakarta, 2018
Dadamu Sebidang Kebun
aku tidak bisa berenang
karena itulah, aku akan rela saja
jika harus tenggelam—
di dadamu.
sampai bunga-bunga di bajuku sesak napas
sampai luntur gugur meresap menerabas
katup tersembunyi di balik dadamu
sebelah kiri
dan terlewatkanlah satu degupan
yang mengejutkanmu
hingga tanganmu terpakssa
menenggelamkan aku lebih jauh
lebih dalam
pekat
cemas berirama
detak silih berganti
ramai damai
pakaianku tanah hitam subur
dadamu sebidang kebun
yang menumbuhkan aku