Juragan
gan, juragan
kembalikan kami punya lahan
kami butuh pekerjaan
gan, juragan
berikan kami kelayakan pangan
swasembada pangan tinggal
kenangan
gan, juragan
kapan kami mendapatkan rasa aman
preman sekarang memakai surban
Aku Sayang Ibu
sejak aku lahir
tak terlepas utang
habis upah cicil rentenir
“bu, jangan sampai jual kutang!”
Bantuan Langsung Tunai
pemerintah
tak mampu cipta
lapangan kerja
Bakal Calon Kepala daerah
mendadak soleh dan solehah
Kata Bapak Sepulang Kerja Kepada Emak
garpu, sendok
piring, gelas, mangkok
hari ini kita libur
Kisah Tanah
tanah kata
suatu ketika
tanah menceritakan
berita-beritanya
l
a
l
u
tanah meneriakkan
derita-deritanya
suatu titah
kata tanah
Selera Negeri
film hantu-hantu
pasti laku
lagu sendu-sendu
itu laku
novel tabu-tabu
juga laku
sinetron babu-babu
paling laku
inikah selera negeriku?
atau
inikah potret negeriku?
jangan gagahi kemelayuanku
dengan kebudayaanmu
Catatan Redaksi:
Melalui puisi-puisinya, Gemi Mohawk —penulis terpilih Ubud Writers and Readers Festival 2016— menyoal masalah-masalah kehidupan dari sisi yang paling nyinyir. Persoalan kemiskinan, krisis pangan, krisis budaya, maupun intrik politik yang selalu menempatkan rakyat kecil sebagai korban tergambar jelas dalam puisi-puisinya. Dengan sudut pandang seorang penyair, puisi-puisi ini telah mengambil sikap menentang segala bentuk penindasan sekaligus mencoba menyuarakan suara-suara dari bawah.
Puisi-puisinya bisa dikatakan pendek-pendek tapi menusuk tajam bagai sebuah belati. Puisi-puisinya seolah menghindari kata-kata yang indah, metafora-metafora yang lazim digunakan dalam penulisan puisi pada umumnya. Kendati demikian, letupan-letupan emosi yang diungkapkannya seringkali menjadi parodi, sebuah ejekan, atau permainan niris yang mencoba membongkar drama kehidupan yang bersentuhan langsung dengan kita.
Hal yang paling menonjol dalam puisi Gemi Mohawk adalah relasi antara judul dan isi puisi. Judul sering diwujudkan sebagai gambaran dari realitas yang dia kritisi, sementara isi puisi muncul sebagai sebuah pernyataan sikap. Puisi-puisi Gemi Mohawk hadir sebagai sesuatu yang berbeda, sesuatu yang khas yang mungkin tidak meniru sekaligus tidak ditiru oleh penyair yang lain. Puisi Gemi Mohawk pada akhirnya semakin memperkaya perbendaharaan puisi di Indonesia.
* Foto karya Amalya Suchy Mustikapurnamasari
Redaksi Kibul.in membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa pun untuk berkontribusi dalam media ini. Kami menerima tulisan berupa cerita pendek, puisi, esai, resensi buku, dan artikel yang bernafaskan sastra, seni, dan budaya. Selain itu, kami juga menerima terjemahan cerpen dan puisi.
Silakan mengunjungi halaman cara berkontribusi di: https://kibul.in/cara-berkontribusi/