Category: sastra anak

  • Pohon Pisang dan Puisi-puisi Lain

    author = Vanessa Clariesta Nathaniel

    Matahari bersinar cerah dan burung-burung berkicau merdu ketika aku pergi ke sekolah. Aku melangkahkan kakiku menaiki tangga sekolahku, penuh riang gembira menuju ke kelasku.

    Namaku Vanessa, aku duduk di kelas 5 SD Kinderfield Duren Sawit. Aku sangat senang bisa bersekolah di Kinderfield Duren Sawit. Gedung sekolahku sangat besar, membuatku teringat gedung kantor papa dan mamaku. Di sekolahku ada lima lantai yaitu basement, lobi, lantai pertama, lantai kedua, dan lantai ketiga. Di sekolahku ada banyak kelas, ada juga perpustakaan, lapangan, tempat bermain, dan ruangan-ruangan lainnya yang biasa dipakai untuk berbagai acara. Selain itu, sekolahku juga mempunyai dua ruangan komputer, satu untuk para guru dan satu untuk murid-murid. Papa dan mamaku selalu mengingatkan bahwa aku harus belajar lebih semangat dengan fasilitas sekolah yang begitu bagus. Di sini kami juga diajarkan untuk menjadi mandiri dan untuk menjaga kebersihan serta kerapihan kelas dan fasilitas sekolah.

    Di sekolah aku mempelajari banyak pelajaran. Pelajaran-pelajaran itu adalah Bahasa Indonesia, Mandarin, Bahasa Inggris, Matematika, Science, Art, Musik, Social Studies, Komputer, Agama, dan lain sebagainya. Pelajaran yang paling aku sukai adalah Matematika. Bagiku Matematika itu sangat menyenangkan. Aku suka Matematika karena aku harus berkonsentrasi untuk bisa memecahkan soal-soal yang sulit. Dengan belajar Matematika, aku jadi mempunyai imajinasi yang lebih tinggi dan membuatku menjadi lebih kreatif.

    Pelajaran lainnya yang aku sukai adalah Komputer, Musik, Art, dan Bahasa Mandarin. Aku suka belajar musik karena aku dapat belajar cara memainkan piano, gitar, dan recorder. Kalau yang aku suka dari Bahasa Mandarin adalah karena aku bisa belajar bahasa lain selain tentunya Bahasa Indonesia. Sehari-hari aku dan teman-temanku berbicara dalam Bahasa Inggris. Dengan belajar bahasa Mandarin, aku berharap bahwa aku bisa bicara dalam banyak bahasa. Kalau sudah besar nanti, aku mau jalan-jalan keliling dunia. Jadi papa dan mamaku mengingatkanku supaya sungguh-sungguh dalam belajar Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin, supaya aku tidak kesulitan berbicara dengan orang-orang di seluruh dunia.

    Dulu waktu aku kecil, papa dan mamaku pernah mengajakku untuk melihat pameran kesenian di Pasar Seni Ancol. Aku kagum melihat orang-orang di sana bisa melukis dan membuat kerajinan tangan yang begitu indah. Pengalaman itulah yang membuatku senang dengan pelajaran Art. Aku bisa menggambar, melukis, dan membuat berbagai macam kerajinan tangan. Kalau aku membawa hasil kesenianku pulang, papa dan mamaku suka memajangnya di ruang tamu kami. Jadi aku semakin semangat membuat lukisan atau kerajinan tangan yang lebih bagus lagi.

    Dari kecil aku sering ikut Papa dan Mama ke kantor. Aku suka sekali memainkan komputer di kantor papa dan mamaku. Begitu aku melihat ruang komputer di sekolahku, aku langsung suka dan teringat akan pengalamanku bermain komputer di kantor papa dan mamaku. Aku suka belajar komputer, karena aku bisa belajar bagaimana cara menggunakan komputer.

    Banyak pelajaran yang aku suka di sekolahku. Jadi, aku semakin semangat untuk belajar. Karena aku semangat belajar, pelajaran-pelajaran di sekolahku jadi terasa lebih mudah. Inilah yang membuat nilai-nilai pelajaranku selalu bagus. Teman-teman semua, mari kita semangat belajar. Jadi pelajaran apa yang kalian sukai?

    Selain mempunyai banyak pelajaran, sekolahku juga mengadakan banyak sekali aktivitas di luar pelajaran. Ada acara pentas anak-anak, karyawisata, sports day (hari olahraga), science fair, dan lomba-lomba, seperti lomba menulis, lomba membaca puisi, lomba matematika, lomba lari, dan lain sebagainya. Di sekolahku ada juga program pengembangan bakat (talent program) dan ekstrakurikuler. Pada program pengembangan bakat, ada beberapa yang mengharuskan anak-anak yang ingin ikut untuk mengikuti tes seleksi terlebih dahulu. Jadi, program tersebut benar-benar berguna untuk mengembangkan bakat anak-anak di sekolahku.

    Aku sendiri mengikuti program renang dan melukis. Dalam program renang aku dilatih untuk berenang lebih baik dalam berbagai gaya. Kadang-kadang ada lomba renangnya juga, lho. Aku akan terus latihan supaya aku dapat berenang dengan lebih baik dan lebih cepat. Dalam program melukis, aku belajar melukis menggunakan cat akrilik. Aku pernah melukis pemandangan dan pernah melukis gambaran cita-citaku kalau sudah besar nanti. Saat itu aku melukis buku di atas meja. Teman- teman mau tahu apa artinya? Itu karena aku ingin menjadi penulis kalau sudah besar nanti. Doakan aku ya teman-teman.

    Di kelas 5 ada empat kelas paralel. Jadi, bisa kalian bayangkan berapa banyaknya teman-teman sekolahku. Bagiku sekolah tidaklah menyenangkan kalau aku tidak mempunyai banyak teman. Aku berteman dengan semua orang. Aku bermain bersama mereka dan berdiskusi kalau guruku memberikan tugas kelompok. Kami bisa saling belajar. Kadang aku yang jadi pemimpin, kadang temanku yang lain yang bertugas jadi pemimpin. Di sini kami belajar untuk memimpin dan bagaimana harus bekerja sama.

    Sekolahku sangat menyenangkan. Aku sangat suka dengan gedung sekolahku, pelajaran sekolahku, kegiatan-kegiatan sekolahku, dan pastinya guru-guru dan teman-teman sekolahku yang banyak. Itulah yang membuatku semangat pergi ke sekolah dan belajar setiap harinya. Kalau aku semangat belajar, aku pasti bisa jadi anak yang pandai dan berilmu. Aku yakin bisa mencapai cita-citaku dan masa depanku pasti cerah.

  • Pohon Pisang dan Puisi-puisi Lain

    author = Polanco Surya Achri

    Pohon mangga di depan rumah Nana dan Rara sedang berbuah. Banyak yang sudah matang. Pagi ini, Ayah memetiknya memakai galah. Beberapa mangga disimpan dan ada pula yang diberikan ke tetangga di kanan-kiri rumah. Nana dan Rara diminta oleh Bunda mengantar beberapa mangga ke rumah Bibi.

    Rumah Bibi tidak begitu jauh, jadi mereka berdua berjalan kaki.

    “Rara, apa kamu sudah mengerjakan tugas mengarangmu?” tanya Nana penasaran.

    “Belum, Kak,” jawab Rara sedikit murung. “Padahal, Ayah bilang boleh ke pasar malam kalau tugas sekolah besok Senin sudah selesai.”

    “Kan masih ada sore nanti,” ucap Nana berusaha menghibur.

    “Tapi Rara tidak tahu harus mengarang apa, Kak?”

    “Siapa tahu nanti di rumah Bibi kamu mendapatkan ide.”

    Mendengar ucapan Nana, Rara pun kembali bersemangat. Tanpa sadar mereka berdua sudah sampai di depan pintu rumah Bibi. Mereka berdua mengetuk pintu, lalu mengucapkan salam bebarengan.

    “Ternyata Nana dan Rara,” ucap Bibi begitu senang.

    “Iya, Bi,” jawab Rara.

    “Ini, Bi, dari Bunda.” Nana memberikan kantong plastik berisi mangga itu.

    “Wah, pas sekali,” ucap Bibi senang. “Di dalam, Bibi punya banyak buah, tapi tidak ada mangga. Bagaimana kalau kita buat rujak?”

    “Tidak papa, Bi?” tanya Rara dan Nana malu-malu.

    “Tentu saja,” jawab Bibi. “Sekarang, mari masuk.” Mereka semua pun masuk.

    Nana dan Rara membantu Bibi mencuci buah-buahan yang ada, Bibi sendiri memotong-motong buah serta membuat bumbu rujak.

    “Ada apa Rara?” tanya Bibi yang melihat Rara dari tadi tampak agak murung.

    “Begini, Bi, Ayah nanti malam mau mengajak kami ke pasar malam, asal tugas-tugas sekolah untuk besok Senin sudah selesai,” sahut Nana.

    “Benar begitu?” tanya Bibi pada Rara, dan Rara pun mengiyakan. “Memang, apa tugasnya?” tanya Bibi lagi.

    “Membuat karangan,” jawab Rara pelan.

    “Tentang apa?” tanya Bibi, kian penasaran.

    “Indonesia,” jawab Rara dan Nana bersamaan.

    “Kalau begitu, Rara bisa mulai dari sini,” kata Bibi menunjukan rujak yang sudah siap disantap itu.

    Mendengar ucapan Bibi, Nana dan Rara berpandangan: bertanya-tanya. Bibi pun akhirnya menjelaskan, “Indonesia itu negara yang sangat kaya dengan budaya. Berbagai suku, ras, agama, dan golongan ada di Indonesia. Perbedaan itu, Tuhan ciptakan untuk saling mengisi dan mewarnai. Seperti rujak ini.”

    Nana dan Rara pun tersenyum, mulai paham.

    “Coba kalau rujak ini hanya satu jenis buahnya? Mungkin tetap enak dan segar, tapi tentu lebih enak lagi jika bermacam-macam, kan?” Bibi makin bersemangat menjelaskan.

    “Terima kasih Bibi, penjelasan dari Bibi memberikanku ide untuk membuat karangan tentang Indonesia. Aku yakin dapat menyelesaikan tugas mengarang sore nanti,” ucap Rara. Mendengar itu, Bibi pun tersenyum senang.

    “Apa rujaknya sudah boleh dimakan?” tanya Nana dengan riang.

    “Boleh,” jawab Bibi. “Nanti Ayah dan Bunda dibawakan. Masih banyak soalnya.”

    Nana dan Rara pun dengan mantap berkata, “Siap.”

  • Pohon Pisang dan Puisi-puisi Lain

    author = Karsten Sani

    Nama saya adalah Karsten. Saya sekarang duduk di kelas empat sekolah dasar. Saya suka belajar bahasa Indonesia, agar saya bisa menulis banyak cerita. Banyak teman saya selalu membantu saya belajar berbahasa Indonesia jika saya ada salah tentang suatu arti kata atau perkataan. Saya sangat bangga memiliki banyak teman yang ada di sekitar saya dan selalu membantu saya. Dengan belajar saya akan menjadi lebih pintar dan pandai dalam berbahasa Indonesia. Saya juga berterima kasih kepada Pak Danu yang selalu membantuku mengerjakan tugas sekolah atau lembar kerja saya. Guru saya, Pak Danu, juga sangat membantu saya saat beliau mengajar saya di kelas. Di saat guru saya mengajar, saya harus fokus kepada guruku yang mengajar dan teman-teman yang menjawab pertanyaan dengan benar. Hal itu agar saya bisa dapat lebih memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar.

    Di saat saya bingung, atau tidak tahu sesuatu dalam bahasa Indonesia, teman saya akan membantu saya menjawab pertanyaan saya atau memberitahukan saya apa yang harus saya jawab. Saya akan selalu bahagia saat belajar bersama teman-teman terbaik saya. Saya biasanya mudah terganggu, tapi saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk tetap fokus.

    Jika saya memiliki masalah dengan arti kata-kata, biasanya saya akan meminta teman dan guru saya untuk membantu saya mengartikannya. Saya sangat bersyukur bisa belajar berbagai macam hal dalam bahasa Indonesia. Seperti dalam berbicara kepada orang lain, pada saat berbelanja di minimarket, tempat umum lain, atau tetangga di sekitar rumah saya.

    Saya juga suka membaca buku cerita. Semua cerita dalam buku yang saya baca sangat menarik untuk saya. Buku pelajaran Bahasa Indonesia adalah buku utama yang membantuku belajar bahasa Indonesia. Saya juga belajar berbicara bahasa Indonesia dengan nenek saya. Saya berusaha sebaik mungkin dan tidak pernah menyerah belajar berbahasa Indonesia. Jika saya ada ujian Bahasa Indonesia di sekolah pada waktu yang akan datang, saya akan selalu membutuhkan bantuan orang tua saya. Selalu ada beberapa kesulitan yang saya miliki saat belajar, tapi saya berusaha untuk memahaminya dan mengerti kata-kata yang baru untuk saya.

    Bahasa Indonesia sebenarnya bukan bahasa pertama kali yang saya ucapakan atau komunikasikan dalam masa saya tumbuh. Saya belajar berbicara dengan bahasa Inggris pada awalnya, karena pada masa itu saya tumbuh di negara lain, mengikuti orang tua saya yang sedang tugas dinas di luar negeri. Lingkungan tempat saya bertumbuh membuat saya untuk berbicara dengan berbahasa Inggris. Sepulangnya ke Negara Indonesia, saya ingin belajar bahasa Indonesia karena memiliki begitu banyak kata-kata yang tidak saya ketahui. Bagi saya, hampir semua kata-kata terdengar sangat sama satu sama lain, sehingga saya harus bertanya kepada teman atau keluarga saya lagi dan lagi untuk memahaminya, sampai saya yakin dengan benar arti kata tersebut.

    Saya menjadi semakin tertarik dengan banyak kata bahasa Indonesia, maka dari itu saya suka belajar bahasa Indonesia.

  • Pohon Pisang dan Puisi-puisi Lain

    author = Agus Yulianto

    Anak-anak Sekolah Dasar Semesta Cendekia bergegas pulang usai mengikuti kegiatan pembelajaran. Hari mulai sore, tetapi para siswa masih menunggu jemputan dari orang tuanya. Awan hitam tampak menggantung di langit. Angin berhembus semakin kencang. Suara petir menggelegar. Hujan pun turun dengan deras. Bagi sebagian anak yang belum dijemput, mereka menunggu di halaman sekolah ditemani oleh guru piket.

    Anak-anak takut dengan suara petir. Ari dan Asep salah satu dari anak-anak yang takut dengan suara petir. Mereka berdua mendekati Pak Toni, guru yang sedang piket.

    “Pak, suara petirnya menakutkan,” kata Ari.

    “Kalian jangan takut dengan suara petir itu. Petir itu tidak mengginggit kalian,” canda Pak Toni menggoda Ari dan Asep.

    Suasana pun menjadi cair meskipun hujan belum juga reda. Sambil menunggu hujan reda, Ari dan Asep berdiskusi dengan Pak Toni yang merupakan guru IPA mereka di kelas 6.

    “Pak, Kenapa setiap hujan selalu ada petir?” tanya Asep.

    “Kenapa ya?” Pak Toni sambil berfikir mencari jawaban yang membuat mereka penasaran. Pak Toni kemudian mengambil buku Pengetahuan Sains Modern di rak perpustakaan. Ari dan Asep diajak berdiskusi sambil membaca dan melihat gambar-gambar yang ada di buku itu.

    Anak-anak yang belum dijemput ikut bergabung mengikuti diskusi kecil itu. Pak Toni menjelaskan tentang bagaimana proses terjadinya petir.

    “Begini anak-anak, petir terjadi akibat perpindahan muatan negatif menuju ke muatan positif. Petir merupakan hasil pelepasan muatan listrik di awan. Energi itu sangat besar sekali sehingga menimbulkan rentetan cahaya, panas, dan bunyi yang sangat kuat. Pasti kalian pernah mendengar suara petir seperti guruh, geluduk, atau guntur?”

    “Pernah saya mendengar suara geluduk yang selalu membuat kaget. Suaranya sangat keras sekali,” jawab Ari.

    “Iya benar sekali. Kadangkala suara-suara geluduk, guntur, dan guruh ini terdengar sangat keras. Saking kerasnya hingga dapat merusak pendengaran. Makanya, ketika ada suara petir kita diminta untuk menutup kedua telinga supaya pendengaran kita tidak rusak,“ jelas Pak Toni sambil memperlihatkan beberapa gambar yang ada di dalam buku Pengetahuan Sains Modern.

    Anak-anak mendengarkan dengan serius seperti mendengar sebuah dongeng.

    “Ketika petir menyambar, gumpalan awan akan menjadi terang karena udara yang terbelah. Sambaran petir itu rata-rata memiliki kecepatan 150.000 km/detik, kecepatan itulah yang menimbulkan bunyi menggelegar,” cerita Pak Toni.

    Ketika asyik bercerita ada salah satu anak yang sudah dijemput oleh orang tuanya. Hujan juga belum reda, malah semakin bertambah deras.

    “Tahukah kalian bahwa energi yan dilepas oleh satu sambaran petir sangat besar. Suhu di sekitar jalur petir mencapai 10.000 derajat celcius. Pantas saja, kalau ada manusia yang tersambar petir tubuhnya langsung menjadi hitam. Pohon pun kalau tersambar petir langsung tumbang,”

    “Lalu apa yang harus kita lakukan agar tidak tersambar petir?” tanya Asep yang serius mendengarkan penjelasan Pak Toni. Mereka mendengarkan cerita sambil memakan roti keju bekal mereka yang masih tersisa.

    “Supaya tidak tersambar petir, kalau hujan deras sebaiknya berteduh di tempat yang aman. Jangan berteduh di bawah pohon, nanti malah tersambar petir. Oleh karena itu, ada yang namanya alat penangkal petir. Coba perhatikan gedung kelas 5 di lantai dua, di atas itu seperti ada besi yang menjulang keatas. Nama alat itu penangkal petir. Biasanya kalau ada bangunan yang tinggi atau bertingkat harus dipasang penangkal petir. Hal itu bertujuan untuk menghindari bahaya yang timbul dari petir itu. Alat penangkal petir akan mengumpulkan muatan listrik sebanyak mungkin. Selanjutnya, alat itu mempolarisasi atau memproses udara sehingga udara menjadi bermuatan listrik. Muatan ini akan dihantarkan udara ke awan untuk mencegah terjadinya petir,” jelas Pak Toni di akhir ceritanya. Pak Toni pun menutup cerita tentang proses terjadinya petir. Anak-anak sangat senang sekali mendengar ceritanya.

    Hujan masih belum juga reda. Bahkan tambah semakin deras. Sebagian orang tua anak-anak sudah berdatangan. Ada yang membawa mobil dan ada juga yang naik sepeda motor. Begitu juga dengan orang tuanya Ari dan Asep. Mereka dijemput orang tua mereka dengan sepeda motor. Tidak lupa Ari dan Asep mengenakan jas hujan. Sebelum pulang mereka berdua tidak lupa untuk berpamitan kepada Pak Toni. Suasana sekolah mulai sepi. Anak-anak sudah pulang ke rumah masing-masing. Begitu juga dengan Pak Toni.