Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Pohon Pisang dan Puisi-puisi Lain

author = Agus Yulianto

Anak-anak Sekolah Dasar Semesta Cendekia bergegas pulang usai mengikuti kegiatan pembelajaran. Hari mulai sore, tetapi para siswa masih menunggu jemputan dari orang tuanya. Awan hitam tampak menggantung di langit. Angin berhembus semakin kencang. Suara petir menggelegar. Hujan pun turun dengan deras. Bagi sebagian anak yang belum dijemput, mereka menunggu di halaman sekolah ditemani oleh guru piket.

Anak-anak takut dengan suara petir. Ari dan Asep salah satu dari anak-anak yang takut dengan suara petir. Mereka berdua mendekati Pak Toni, guru yang sedang piket.

“Pak, suara petirnya menakutkan,” kata Ari.

“Kalian jangan takut dengan suara petir itu. Petir itu tidak mengginggit kalian,” canda Pak Toni menggoda Ari dan Asep.

Suasana pun menjadi cair meskipun hujan belum juga reda. Sambil menunggu hujan reda, Ari dan Asep berdiskusi dengan Pak Toni yang merupakan guru IPA mereka di kelas 6.

“Pak, Kenapa setiap hujan selalu ada petir?” tanya Asep.

“Kenapa ya?” Pak Toni sambil berfikir mencari jawaban yang membuat mereka penasaran. Pak Toni kemudian mengambil buku Pengetahuan Sains Modern di rak perpustakaan. Ari dan Asep diajak berdiskusi sambil membaca dan melihat gambar-gambar yang ada di buku itu.

Anak-anak yang belum dijemput ikut bergabung mengikuti diskusi kecil itu. Pak Toni menjelaskan tentang bagaimana proses terjadinya petir.

“Begini anak-anak, petir terjadi akibat perpindahan muatan negatif menuju ke muatan positif. Petir merupakan hasil pelepasan muatan listrik di awan. Energi itu sangat besar sekali sehingga menimbulkan rentetan cahaya, panas, dan bunyi yang sangat kuat. Pasti kalian pernah mendengar suara petir seperti guruh, geluduk, atau guntur?”

“Pernah saya mendengar suara geluduk yang selalu membuat kaget. Suaranya sangat keras sekali,” jawab Ari.

“Iya benar sekali. Kadangkala suara-suara geluduk, guntur, dan guruh ini terdengar sangat keras. Saking kerasnya hingga dapat merusak pendengaran. Makanya, ketika ada suara petir kita diminta untuk menutup kedua telinga supaya pendengaran kita tidak rusak,“ jelas Pak Toni sambil memperlihatkan beberapa gambar yang ada di dalam buku Pengetahuan Sains Modern.

Anak-anak mendengarkan dengan serius seperti mendengar sebuah dongeng.

“Ketika petir menyambar, gumpalan awan akan menjadi terang karena udara yang terbelah. Sambaran petir itu rata-rata memiliki kecepatan 150.000 km/detik, kecepatan itulah yang menimbulkan bunyi menggelegar,” cerita Pak Toni.

Ketika asyik bercerita ada salah satu anak yang sudah dijemput oleh orang tuanya. Hujan juga belum reda, malah semakin bertambah deras.

“Tahukah kalian bahwa energi yan dilepas oleh satu sambaran petir sangat besar. Suhu di sekitar jalur petir mencapai 10.000 derajat celcius. Pantas saja, kalau ada manusia yang tersambar petir tubuhnya langsung menjadi hitam. Pohon pun kalau tersambar petir langsung tumbang,”

“Lalu apa yang harus kita lakukan agar tidak tersambar petir?” tanya Asep yang serius mendengarkan penjelasan Pak Toni. Mereka mendengarkan cerita sambil memakan roti keju bekal mereka yang masih tersisa.

“Supaya tidak tersambar petir, kalau hujan deras sebaiknya berteduh di tempat yang aman. Jangan berteduh di bawah pohon, nanti malah tersambar petir. Oleh karena itu, ada yang namanya alat penangkal petir. Coba perhatikan gedung kelas 5 di lantai dua, di atas itu seperti ada besi yang menjulang keatas. Nama alat itu penangkal petir. Biasanya kalau ada bangunan yang tinggi atau bertingkat harus dipasang penangkal petir. Hal itu bertujuan untuk menghindari bahaya yang timbul dari petir itu. Alat penangkal petir akan mengumpulkan muatan listrik sebanyak mungkin. Selanjutnya, alat itu mempolarisasi atau memproses udara sehingga udara menjadi bermuatan listrik. Muatan ini akan dihantarkan udara ke awan untuk mencegah terjadinya petir,” jelas Pak Toni di akhir ceritanya. Pak Toni pun menutup cerita tentang proses terjadinya petir. Anak-anak sangat senang sekali mendengar ceritanya.

Hujan masih belum juga reda. Bahkan tambah semakin deras. Sebagian orang tua anak-anak sudah berdatangan. Ada yang membawa mobil dan ada juga yang naik sepeda motor. Begitu juga dengan orang tuanya Ari dan Asep. Mereka dijemput orang tua mereka dengan sepeda motor. Tidak lupa Ari dan Asep mengenakan jas hujan. Sebelum pulang mereka berdua tidak lupa untuk berpamitan kepada Pak Toni. Suasana sekolah mulai sepi. Anak-anak sudah pulang ke rumah masing-masing. Begitu juga dengan Pak Toni.