Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Hari Bersastra Yogya #7

author = Studio Pertunjukan Sastra

Dalam rangka tasyakuran 19 tahun Studio Pertunjukan Sastra dan 14 tahun Bincang-Bincang Sastra, Studio Pertunjukan Sastra menggelar acara Hari Bersastra Yogya #7. Acara bertajuk “Rame Panggung Sepi Dunung” ini akan diselenggarakan pada Sabtu, 26 Oktober 2019 pukul 13.00—23.00 di Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta. Ada dua rangkaian acara, Sarasehan Komunitas Sastra DIY pada pukul 13.00—16.00, bersama Bernando J. Sujibto (Komunitas Kutub), Hamada Adzani (PKKH UGM), Taufiq Hakim (Komunitas Jangkah), Baiq Intan Cahaya (Klub Buku Yogyakarta), serta penampilan dari Unstrat UNY dan Teater JAB. Sementara malam hari, akan diadakan Bincang-Bincang Sastra edisi 169 pada pukul 20.00—23.00 bersama Eko “Ompong” Santosa, Muhidin M. Dahlan, dan Kedung Darma Romansha. Akan tampil di sini Komunitas Sakatoya, Komunitas Ngopinyastro, dan Mukhlis Melayoe.

Studio Pertunjukan Sastra kali ini hadir dengan gelaran Hari Bersastra Yogya yang akan membabar serba-serbi komunitas sastra di DIY dalam sarasehan dan refleksi kritis terhadap maraknya aktivitas pertunjukan sastra di Yogyakarta. Pergulatan yang terjadi di arena sastra Yogyakarta dalam satu dekade terakhir ini cukup kompleks. Peristiwa demi peristiwa sastra berlangsung dan sudah semestinya segera disambut dengan percik permenungan. Perubahan kondisi sosial politik, wacana, para pelaku, dan berkembangnya dunia perindustrian membuat iklim kehidupan masyarakat sastra berubah dan berkembang secara signifikan.  

Dari perkembangan tersebut, Yogyakarta sebagai salah satu kota yang paling konsisten merawat denyut jantung kehidupan sastra di Indonesia tentu menghadapi berbagai tantangan. Dalam sejarahnya, tegur sapa budaya yang terjalin di Yogyakarta adalah satu jembatan komunikasi komunalitas antar komunitas sebagai bagian penting bagi terselenggaranya kehidupan sastra di Yogyakarta. Basis kreativitas berkesenian di Yogyakarta adalah komunitas. 

Namun, sifat sastra yang integral dan tingginya intensitas penyelenggaraan acara kadang justru membuat esensi sastra tertindih. Belum lagi dengan banyaknya aktivitas seni yang datang silih berganti tak henti-henti di daerah istimewa ini. Segenap dinamika kehidupan sastra di Yogyakarta itulah yang akan diperbincangkan sebagai refleksi keberadaan Studio Pertunjukan Sastra di belantika sastra Yogyakarta. Selama 14 tahun menggelar acara Bincang-Bincang Sastra rutin sebulan sekali tanpa henti tentu telah banyak hal dijumpai oleh Studio Pertunjukan Sastra. 

Sukandar, koordinator acara ini menyampaikan, “Sarasehan Komunitas Sastra DIY diharapkan dapat menjadi ajang pertemuan gagasan, berbagi pengalaman, dan mengurai persoalan-persoalan lika-liku luka laku komunitas sastra di Yogyakarta. Setiap komunitas dengan beragam peranan dalam proses pembelajaran dan pengembangan dialektika dan estetika merupakan fondasi dinamika arena sastra Yogyakarta. Satu usaha kecil yang coba diwujudkan oleh Studio Pertunjukan Sastra ialah menghimpun profil komunitas sastra di Yogyakarta dalam sebuah buku kecil sebagai dokumentasi “rujukan referensial” keberadaan komunitas sastra Yogyakarta.”

“Bincang-Bincang Sastra dengan tajuk ‘Rame Panggung Sepi Dunung’ mencoba membabar banyak hadirnya karya sastra berpadu dengan kesenian di sekitarnya yang justru mencemari kemurnian karya sastra. Karya sastra tergradasi nyaris tertindih sehingga yang hadir adalah bentuk kesenian baru sama sekali, sementara karya sastra sebagai inti justru tidak tampak adanya. Melalui topik perbincangan ini para tokoh sastra dan pertunjukan diharapkan bisa berbagi wawasan demi mengembalikan sastra kepada khitahnya,” terangnya.

“Satu hal yang juga tidak bisa dipisahkan dari acara Hari Bersastra Yogya adalah adanya lapak buku. Buku dan karya sastra merupakan satu bagian penting dari keberlangsungan kehidupan kesastraan. Semoga acara ini dapat hadir sebagai sebuah percik permenungan bersama mengenai kreativitas bersastra di Yogyakarta. Hal yang coba ditempuh tetaplah sama, jalan belajar, upaya merawat tegur sapa,” pungkas Sukandar.