Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

[Ngibul #81] Hidup Semaunya Sendiri

author = Danu Saputra

Istilah
“hidup semaunya sendiri” sering kali memiliki makna yang negatif. Ketika
istilah itu diberikan pada seseorang, misalnya seperti ini: “Dasar Kamu, hidup
semaunya sendiri, rasakan nanti akibatnya,” hampir dapat dipastikan orang yang
diberikan menjadi objek kekesalan dari sang pemberi istilah. Di sini kita dapat
menggali lebih dalam menggunakan pertanyaan; Apa yang salah dengan hidup yang
dijalani dengan mengikuti keinginan sendiri? Memangnya hidup harus dijalani
sesuai dengan keinginan orang lain?

Saya pikir
tidak ada yang salah dengan hidup semaunya sendiri. Seseorang yang hidup dengan
semaunya sendiri secara langsung menunjukkan keberanian dalam bertindak, lebih
jauh lagi menunjukkan kemerdekaan atas diri mereka sendiri. Masalah bisa
terjadi ketika “hidup semaunya sendiri” milik seseorang berbenturan dengan
milik seseorang atau sekelompok orang lainnya. Ketika benturan itu terjadi maka
kemampuan tawar-menawar, keberanian menghadapi resiko, dan kedewasaan mengambil
peranan besar untuk menghindari perkelahian. Meskipun dalam kasus-kasus
tertentu yang berkaitan dengan nilai-nilai yang dipegang teguh, perkelahian
tidak dapat dihindari.

Ilustrasi
sederhana untuk melihat benturan dalam kasus “hidup semaunya sendiri” dapat
dilihat dalam proses jual beli. Penjual dan pembeli dalam proses jual beli
tentu sama-sama ingin meraih kemauannya yaitu untung yang besar, untuk itu
penjual memberikan harga setinggi-tingginya dan pembeli meminta harga
serendah-rendahnya. Adanya perbedaan harga antara penjual dan pembeli ini
menggambarkan benturan yang terus terjadi hingga terjadi kesepakatan, yaitu
kondisi ketika penjual dan pembeli sama-sama berani menghadapi resiko. Bisa
jadi penjual berani menghadapi resiko mendapat untung lebih kecil dan pembeli
berani menghadapi resiko membayar lebih mahal. Bisa juga penjual berani
menghadapi resiko barang tidak terjual dan pembeli berani tidak mendapat barang
yang dibutuhkan.

Jadi
sebenarnya tidak ada yang benar-benar hidup semaunya sendiri. Mereka yang
mendapat label hidup dengan semaunya sendiri mungkin hanyalah orang yang
memiliki nilai tawar yang tinggi dan tekad yang kuat untuk meraih apa yang
diinginkannya. Hal itu menyebabkan mereka tidak mudah bergantung oleh hal-hal
di luar diri mereka sehingga mereka dapat lebih bebas dalam bertindak.

Meski
begitu, jalan hidup yang semaunya sendiri sebenarnya bukanlah jalan yang mudah
untuk dilalaui. Salah sedikit dalam melangkah, bukan jalan hidup semaunya
sendiri yang ditempuh tetapi jalan hidup ngawur yang akan ditempuh.

Sebagai
penutup, saya ingin menyampaikan sebuah cerita.

Pada suatu
hari Dodo, Udin, dan Adit sedang ngopi dan merokok di tempat yang diperbolehkan
untuk merokok. Beberapa saat kemudian Bowo datang untuk ngopi di samping
mereka. Selang beberapa saat, Bowo meminta Dodo, Udin, dan Adit untuk mematikan
rokok mereka karena Bowo merasa terganggu dengan asapnya. Selain itu, Bowo
menceramahi Dodo, Udin, dan Adit tentang bahaya merokok. Dodo, Udin, dan Adit mesam-mesem memerhatikan Bowo yang terus
ceramah, tentu saja mereka bertiga memerhatikan sambil tetap kebal-kebul dan srapat-sruput.

Dari cerita
itu, menurut Anda siapa yang menempuh jalan hidup ngawur?