Catatan Redaksi:
Saya pernah melihat bulan purnama pada dini hari dan itu menjadi salah satu pemandangan paling indah yang pernah saya lihat semasa hidup. Tapi puisi berjudul Gigil yang juga menghadirkan bulan yang sama dengan apa yang saya lihat ternyata hadir dalam suasana yang sungguh berbeda. Dari sini saya melihat bahwa bulan temaram yang indah justru menjadi gambaran yang menambah keseramaan suasana kematian. Pertanyaannya, kematian apa yang terjadi dalam puisi sederhana itu? Apakah kematian berarti juga keterpisahan. Mungkinkah kematian itu adalah keterpisahan dua sejoli yang bergandengan tangan dalam puisi itu? Jika benar, puisi ini adalah puisi “romantik-tragik” yang ditulis dengan cara yang cukup menarik, dengan penggambaran suasana yang bagi saya cukup indah.
Setelah membaca puisi ini, saya bertanya apakah bulan yang pernah saya lihat berbeda dengan bulan dalam puisi ini. Entah.
Depan Ranjang Ayah Saya
ia lupa mengucapkan namanya
sebab rasa sakit terlalu
banyak menyerap kata-kata
kedua kakinya bergetar dan
dengkul bergemeletuk
ingatannya mulai seperti ayah yang
merantau tetapi lupa pulang
udara dingin
udara dingin
ia ingin dipeluk sekali lagi
2018
Gigil
ia biarkan tubuhnya menggigil
oleh luapan angin
halte bus sekolah pukul 3 pagi.
ia sengaja pundaknya
jadi sandaran perempuan itu
kedua tangan saling menggenggam
amarah basah dari kelopak mata.
bulan temaram, langit pucat pasi
kematian lebih dari puisi patah hati.
2018
Berangkat
isi lemari itu berantakan seperti jam dinding
tua yang berdebu
baju-baju terserak, tas kosong minta diisi
lengang jalan bukanlah tanda kesunyian
untukmu
kita mesti ingat detik itu lagi
kau, ringkih bulan
dan aku angin dingin yang senantiasa
berpaling
jangan pergi, katamu
padahal kau bilang dadamu lapang
dan siap menerima segala kangenku
Jakarta, 2018
Pindah Rumah
semuanya masih milikmu, sayang.
masa tua dan bertambahnya usia, balsem
gosok dan kalender,
udara panas, gorden jendela, uban, hafalan
doa-doa
malam dan sedih dan senangmu.
kau bilang bakal repot tapi adakah yang
sederhana?
di hadapan puing-puing, semuanya masih
tetap milikmu.
meski jejak kaki akan selalu tertinggal di
sana.
2018
Buat Elis
ketika aku tahu apa itu cinta
aku mengenalmu
mengenal getar dan debar
detak jantung itu
pada hujan pertama
yang membasahi raga kita
maka saat kau seka kening
dan rambut tipismu
yang panjang,
aku jadi ingat
aku jadi ingat senyum
yang kau selipkan untukku
di pertemuan sebentar dengan
teman-teman kita ketika dulu
namun apa arti masa dulu, lis
jika sekarang aku tak tahu
di mana engkau punya suara?
Jakarta, 2017