Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Ayi Sutedja: Diawali Niat Konservasi, Dipupuk dengan Kencing Kelinci, Kopi Gunung Puntang jadi Kopi Termahal Dunia

author = Bagus Panuntun

“Saya sebetulnya orang yang terjerumus ke kopi”, ujarnya ketika kami mengatakan ia adalah salah satu petani dengan nama paling moncer di Indonesia. Namanya melejit setelah kopi Gunung Puntang yang ia budidaya mendapat predikat kopi termahal di pameran Specialty Coffee Association of America (SCAA) 2016 di Atlanta, Amerika Serikat. Kala itu, kopi Sunda Hejo yang ia bawa terjual 55 USD per kilogram.

Berkat prestasi tersebut, kopi Gunung
Puntang kini menjadi kopi yang paling dicari para penyuka kopi. Presiden Joko
Widodo bahkan menjulukinya sebagai kopi terenak di dunia. Dan akhir tahun lalu,
Kepala Staf Kepresidenan, Pak Moeldoko, datang langsung ke lahan yang ia
kelola.

Uniknya, ia sebenarnya tak punya latar
belakang pendidikan sebagai petani. Bapak kelahiran Bandung 12 Januari 1965 ini
adalah Sarjana Pendidikan Luar Sekolah (PSL) IKIP Bandung. Hingga usianya yang
sudah menginjak kepala 5, ia terus bekerja di Jakarta sebagai kontraktor
listrik yang mengurus pipa pembuangan air laut Ancol.

Bagaimana ceritanya hingga ia bisa terjun
bebas ke dunia perkopian? Adakah pahit-getir proses dalam usahanya
membudidayakan kopi yang 100 persen organik? Apa pendapatnya tentang film
Filosofi Kopi?

Sambil lesehan di saung bambu kebunnya, dengan suguhan kopi Puntang yang diracik calon dewa roasting @akil_dhafiq, saya dan @hydeborah mewawancarai Pak @Ayi_sutedja selama 1 jam.

Sebelum
menjadi petani kopi, Bapak adalah pekerja kontraktor. Mengapa Bapak memutuskan
berhenti dari pekerjaan tersebut kemudian jadi petani kopi?

Saat itu, bahkan sebenarnya saya mau
diangkat jadi kepala pabrik lo.

Waktu itu saya kerja di Ancol selama
setahun. Tepatnya di bagian pompa pengendali banjir. Saya di bagian processing, di electrical. Di sana itu wah
bau pisan euy. Apalagi sungai Ancol
itu sangat terpolusi, baunya luar biasa, airnya item. Terus kalau pompa pengendali ini didiamkan dua jam saja,
orang udah pada demo karena Ancol
bisa aja banjir. Bayangkan.

Lalu saya mikir, saya udah cukup
hidup untuk diri sendiri setelah bekerja sampai umur 51 tahun. Sekarang saya
mau membuat sesuatu yang berguna untuk orang lain, yang berguna buat bumi. Saya
harus buat sesuatu.

Di saat bersamaan entah kenapa waktu itu
ada teman saya yang menawarkan katanya ada tanah, kebun, dan hutan di gunung
Puntang. Kebetulan dulu waktu muda, saya sering main ke sini juga buat
konservasi sama pecinta alam.

Lalu entah gimana saya menerima tawaran teman saya dan nurut aja tinggal di tanah perhutani ini.

Apa
ada kendala tertentu yang Bapak alami ketika pertama kali berubah haluan jadi
petani?

Waktu saya pertama tinggal di sini tahun
2011, pemerintah mengharuskan petani menggunakan tanah perhutani ini sesuai
aturannya. Saya diberi tanah sekitar satu hektar.

Masalahnya, sebelum saya datang, di sini
banyak orang yang tanam sayuran. Padahal itu dilarang karena bikin tanah rusak.
Waktu itu tanah humusnya mungkin cuma 20 cm, belum terlalu tebal.

Lalu Juni 2011, datang benih kopi Sunda Hejo
yang eksplorasi benihnya ada dari Garut, Cigede, Pengalengan dan lain-lain. Nah
saya terima dan sebarkan benih sunda itu.

Kita tanam 10.000 benih per tahun. Saya
belajar prosedur penanamannya dari buku saku judulnya Cara Budidaya Kopi. Kami
gali lubang 60 x 60 x 60 cm buat tanam satu biji.

Lalu dapat panen pertama baru 2015.

Kenapa
butuh waktu sampai 4 tahun untuk panen pertama?

Karena kita nggak pakai dopping atau pupuk kimia. Kita murni organik. Dan waktu
itu kita pun nggak memikirkan untuk
produksi. Kita lebih fokus ke konservasi aja.

Tapi selama proses itu, saya jadi tahu
kalau kopi bukan “cemcul”. Jadi nggak sekadar dicemcem, terus dicul.
Kopi itu harus diurus tiap hari sampai beberapa tahun baru bisa dilepas.

Bapak
kan pakai pupuk organik, biasanya menanam pakai pupuk organik ini akan mengalami
banyak kendala. Apa itu juga terjadi pada Pak Ayi?

Produksi memang jadi berkurang dibanding
kalau pakai pupuk kimia. Tapi kopi puntang ini sekarang justru mahal harganya
karena organik.

Ada nyinyir-nyinyir dari warga nggak terkait
idealisme bapak Bertani organik? Hehe.. Biasanya kan sering begitu kalau di
Indonesia.

Sekarang nggak ada. Kopi juara mau dinyinyirin gimana? Haha. Kan mereka
ikut saya dari 2015 setelah dapat juara.

Kecuali 
di awal-awal. Awalnya mah mana
mereka mau?

Awalnya saya bagi-bagi 10.000 bibit, tapi nggak ada yang ambil nih bibit Sunda Hejo. Padahal gratis.
Akhirnya saya sama Pak Mamat saja yang urus. Ya udah saya tanam nih kopi buat
konservasi.

Saya waktu itu bikin lubang tanam volumenya
60 x 60 x 60 cm untuk dikasih benih satu. Saya percaya apa kata perhutani,
kalau per hektar cukup ditanam 500 pohon saja, jangan 2000 pohon.

Ngapain coba, memang yang lain ada yang mau
tanam cara begini?

Orang-orang awalnya mah bilang kalau caranya begitu kopi nggak ada nilainya.

Tapi sejak awal saya tahu kalau masyarakat memang
nggak bisa diajak pakai ceramah, tapi
pakai bukti. Ini rumusnya: buktikan dulu baru ajak.

Dulu saya mau buktikan ke masyarakat kalau
kopi bisa menghidupi kita. Jadi, motivasi saya bukan untuk jadi kopi juara,
tapi kopi bisa jadi penghasilan masyarakat.

Selain
konsisten menanam dengan cara organik, adakah upaya lain yang bapak lakukan
untuk meyakinkan para petani supaya mau menanam kopi seperti Bapak?

Tahun 2012 banyak ketakutan dari petani kalau
petani nanti balik lagi ke sayur. Nah
tugas saya adalah bagaimana menjaga biar itu
nggak
terjadi.

Makanya saya bikin program Namanya Pasar Palalangon. Di pasar ini, kita bisa belajar processing dengan bantuan Bu Hajjah Jeni dari Jakarta yang menyumbang alat komplit karena beliau juga ingin ikut serta mengajak masyarakat beralih dari sayur ke kopi.

Yang paling penting adalah bagaimana
meyakinkan masyarakat bahwa dengan organik kita akan sehat dan kita akan
sejahtera.

Perlu dijelaskan juga kalau di Puntang ini
kan air mengalir dari gunung langsung turun ke kampung, jadinya kita harus
sosialiasi terus menerus kalau alam harus dijaga dan hutan itu sumber
kehidupan. Hasilnya sekarang pohon besar di sini juga nggak ditebang.

Selain itu, di sini rata-rata kan orang
Islam, saya selalu mengingatkan ke petani kalau menanam itu sodakoh. Jadi
selain membangun ekonomi, menanam adalah ibadah. Kamu tanam satu kopi, berarti
1 orang terselamatkan. 1 kopi berarti 700 liter air kami simpan. Jadi itu nilai
plusnya di sini.

Pupuk
di sini kan organik, asalnya dari mana aja?

Ini swasembada dari warga sini. Kita pakai
tahi kambing dan kencing kelinci dari peternakan warga. Masyarakat selalu
menyisihkan komposnya buat petani karena sejak 2015 mereka sudah tahu kalau
pupuk juga punya nilai ekonomi, ya meskipun dibayar sekadar uang rokok.

Itu
pemakaian pupuknya kapan saja?

Ketika mau berbunga, ketika memerah, ketika
mau panen.

Pemakaian urin kelinci biasanya 3 bulan
sekali, kalau kambing 2 bulan sekali.

Selain
penanaman organik, apa yang membedakan proses penanaman kopi di sini dengan
tempat lain?

Yang utama sebenarnya bukan dari benihnya.
Meskipun varietas atau klon juga berpengaruh pada rasa, tapi di Puntang,
kelebihannya adalah pada processing-nya.

Di tempat lain, processing justru biasa jadi kelemahan para petani dari Sabang
sampai Merauke. Mereka nggak bisa
mengolah kopi sampai bisa menjadi kopi specialty.
Kopi specialty itu kopi yang
mendapat skor di atas 85 dari SCAA. Dulu maksimalnya kopi Indonesia dapat nilai
84.

Kopi gunung puntang kan dapat skor 86 dari
SCAA. Sejak saat itu mulai dikenal kopi specialty
Indonesia.

Jadi di kopi itu panjang rantainya. Mulai dari
menanam sampai panen.

Untuk membuat kopi specialty kita pakai metode dry
hulled
. Dalam proses ini, yang dicari adalah ciri khas rasa. kopi

Ada 3 proses di specialty yaitu natural,
honey
, dan full wash. Nanti kopi
dengan proses beda, akan menghasilkan rasa berbeda pula.

Kalau proses natural adalah proses menjemur
kopi sama kulitnya.

Jadi kopi dipetik
lalu dicuci lalu dimasukkan ke air untuk diambangkan. Ini proses sortir. Kopi
yang tenggelam kita proses karena itu yang bagus, kalau yang mengambang itu
akan akan jadi kopi grade dua.  Setelah sortir selesai baru kita dijemur.

Kalau proses honey, kopi dimasukkann ke mesin pulper untuk
mengupas kulit merahnya atau kulit luar. Setelah itu, kopi yang tersisa dengan
kulit dalamnya dikeringkan. Selama proses pengeringan, kandungan gula dalam
kulit dalam/kulit keras akan terkonsentrasi ke bijih kopi.

Kopi yang sudah
dijemur lalu akan langsung dikupas kulit kerasnya lalu kita simpan dulu selama
3 bulan, baru kita roasting. Honey
Gunung Puntang ini seperti ubi cilembu yang harus disimpan dulu berbulan-bulan,
baru bisa enak.

Kalau proses full wash, kopi dikupas lalu bijinya
direndam. Proses rendam ini namanya fermentasi basah. Setelah satu malam
disimpan, besoknya dicuci sampai lender dari kulit dalamnya bersih.

Soal hasilnya, body (kepahitan) dan acid
(keasaman) akan seimbang. Kopi di Jawa ini bagusnya seimbang. Makanya starbucks
dari dulu ambilnya dari Ijen, dari Banyuwangi.

Kopi Indonesia itu semakin ke Barat atau semakin
Gayo maka body-nya makin kuat, makin
pahit. Kalau makin ke papua, itu semakin asam.

80 persen mutu kopi itu ada di processing, 10 persen sangrai, 10 persen
barista.

Hasil
panen per tahun di sini berapa Pak?

Kalau saya mah nggak pernah ngitung.
Yang penting jalan terus. Tapi kalau nggak
salah tahun kemarin kami panen 1,8 ton.

Ini
berarti panennya itu berapa kali setahun?

Setahun sekali. Bulan September kopi ini
berbunga, lalu Juni mulai panen.

Kopi
di sini jenis Sunda Hejo semua ya pak?

Kopi Sunda Hejo ini kalau diurut dari
sejarah aslinya itu disebut kopi tipika. Kopi tipika sudah ada dari jaman
Belanda dulu. Java preanger-nya tahun
1.700-an itu ya kopi tipika ini.

Tahun 1.700 ekspor pertama kopi Belanda itu
kan ambil dari sini. Waktu pertama dilelang di Belanda, tipika jadi kopi
termahal. 300 tahun kemudian, peristiwa serupa terjadi di Atalanta. Setelah 300
tahun, sejarah baru terulang saat kami ikut acara di SCAA.

Kalau kopi di sini orang Kediri nyebutnya
kopi tipika. Kalau kami menyebutnya kopi Sunda. Jadi sebut aja tipika Sunda.

Jadi nama kopi itu akan merujuk ke indikasi
geografis dimana kopi itu ditanam. Kami sudah mengajukan nama legalitas kopi
Sunda ke MPIG (Masyarakat perlindungan Indikasi Geografis) dan mendapat
sertifikasi langsung dari Kemenkumham.

Kopi
Gunung Puntang kan pernah menang di SCAA. Sebenernya ini event kopi sebesar apa
dan seberapa besar gengsinya di kalangan penikmat kopi sedunia?

Saya awalnya juga nggak tahu. Waktu itu awalnya kementerian perdagangan dapat
undangan buka stan utama di Atlanta tahun 2016. Nah kebetulan saat itu
Indonesia lagi promosi kopi terus.

Saya kan tergabung di SCOOPY, Sustainable Coffee Produk Indonesia. Dari
75 kopi anggota SCOOPY yang diseleksi, terpilih 17 kopi yang dibawa ke Atlanta.
Kopi Gunung Puntang salah satunya.

SCAA ini event besar karena semua buyer, barista, dan semua penikmat kopi
dari Eropa, Amerika, datang ke sana. SCAA ini jadi standar internasional bagi
penikmat kopi sedunia.

Konsumen
Kopi Puntang ini siapa aja Pak?

Konsumennya lebih ke penikmat, kami belum
bisa memenuhi permintaan kafe-kafe. Produksinya terbatas dan habis terus. Tapi
intinya kami nggak pernah khawatir
pemasaran karena selalu laku.

Kopi
Gunung Puntang ini jadi makin terkenal setelah Pak Jokowi mengatakan kalau kopi
ini kopi terenak di dunia. Ada pengaruh nggak
ke kopi Gunung Puntang?

Ya kopi ini jelas jadi makin terkenal.

Pak Moeldoko pernah ke sini karena diminta
Pak Jokowi cari kopi yang benar-benar kopi juara. Pak Jokowi kan pernah nyobain kopi Puntang di salah satu kafe
di Bandung, tapi dia nggak yakin itu
beneran dari sini apa bukan.

Media promosi Kopi Gunung Puntang ini bukan
saya sendiri, tapi orang yang datang ke sini akan jadi marketingnya. Bahkan Pak
Jokowi jadi marketing, haha..

Saat
ini kopi sangat populer di kalangan anak muda dan bahkan menjadi lifestyle tersendiri, bagaimana menurut
Bapak tentang fenomena ini?

Sebenarnya bagus karena semakin banyak anak
muda yang tertarik sama kopi, tapi sayangnya kebanyakan lebih tertarik ke roasting dan barista karena kelihatan
keren gitu. Coba aja ke processing-nya.

Tapi naiknya tren ini sebenarnya jadi
kekhawatiran kita juga. Karena konsumsi naik 2,1 persen, tapi produksi menurun.
Ini menandakan beralihnya negara produsen jadi negara konsumen. Kan ekspor jadi
menurun juga.

Penikmat kopi semakin banyak tapi produksi
semakin menurun.

Apa
pendapat Bapak tentang buku atau film Filosofi Kopi?

Bagus sekali, paling tidak karena Filosofi
Kopi jadi ada dokumentasi dan penyaluran ilmunya lebih gampang. Tahun 2005 itu
saya baca Filosofi Kopi-nya Dee, karena nemu di minimarket di Jakarta. Dan Dewi
Lestari itu luar biasa karena dia melakukan riset yang kuat sekali, dia bicara
dari hulu sampai hilir, dari petani sampai barista.

Reporter: Ari Bagus Panuntun dan Deborah Gita Sakinah