Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
author = Syafri Arifuddin
Saya tidak begitu tertarik dengan apapun yang berbau Korea termasuk film Korea dengan segala drama di dalamnya. Tentunya, Korea yang saya maksud di sini adalah Korea Selatan sebab di Korea Utara, jangankan imajinasi, kebebasan pun dibatasi.
Selama ini—di dalam kepala saya telah tumbuh stigma bahwa film Korea hanya diperuntukkan untuk kaum perempuan dan akan selalu bercerita tentang roman picisan. Namun, saya keliru. Saya adalah tipe penonton film yang melihat dari tinggi rendahnya rating maka alasan itu pula yang membawa saya untuk menonton film Along With The Gods: The Two Worlds ini. Sebuah film yang akhirnya meruntuhkan segala dugaan awal saya yang tak berdasar dan sifat kebiasaan buruk yang cepat menghakimi sesuatu.
Apa yang terjadi setelah kematian seseorang? Pertanyaan seperti itu telah kita tahu jawabannya dari pelajaran di sekolah dasar bahwa kematian seseorang akan berujung pada dua tempat: surga atau neraka. Tapi pernahkah kita membayangkan bagaimana proses menuju ke sana? Atau bagaimana bentuk sebuah neraka? Saya tidak pernah membayangkannya sebelum film yang diangkat dari komik webtoon ini mengaktifkan imajinasi liar saya tentang kehidupan setelah kematian. Suguhan efek visual yang ditawarkan film ini berhasil membuat saya berdecak kagum dan lantas mengingat kata Rocky Gerung bahwa fiksi membangkitkan imajinasi.
Dalam film ini dikisahkan seorang petugas pemadam kebakaran bernama Kim ja Hong (Ca Tae Hyun) yang meninggal saat sedang memadamkan api sebuah gedung. Setelah ia mati ia hidup kembali dalam dunia yang berbeda. Setiap orang yang meninggal akan memiliki pengawal menuju tempat penghakiman. Gang Lim ( Ha Jung Woo), Hewonmak (Ju Ji Hon), dan Deok Chon (Kim Hyang Gi) yang akan mengawalnya ke sana. Kim Ja Hong ini tergolong arwah pilihan. Dia adalah suri tauladan di akhirat sebab semasa di dunia ia sangat baik hingga tak ada celah kejahatan dan keburukan sifat untuk bermukim dalam dirinya. Karena dia adalah arwah pilihan maka ia mendapatkan kesempatan untuk reinkarnasi atau dilahirkan kembali di dunia. Akan tetapi jika Kim Ja Hong ingin bereinkarnasi maka ia harus melewati tujuh pengadilan di tujuh neraka. Di sinilah bagian yang paling membangkitkan imajinasi, sebuah loncatan besar dalam film yang menggambarkan sesuatu yang bersifat teologis. Andaikan film ini buatan sutradara Indonesia dan menggambarkan akhirat dari perspektif agama maka kita sudah tahu akan berakhir ke mana sutradara film ini.
Di tujuh neraka itu Kim Ja Hong akan disidang. Ia akan menghadapi penghakiman dewa yang mengisi setiap pos-pos neraka yang berbeda. Apakah nantinya ia pantas untuk direinkarnasi atau tidak. Reinkarnasi itu sendiri adalah konsepsi di mana kita percaya bahwa setelah kematian, akan ada kehidupan baru setelahnya. Kehidupan di mana orang akan terlahir kembali. Tapi semua itu tergantung dari bagaimana kita memperlakukan hidup kita sebelumnya.
Usaha menuju reinkarnasi Kim Ja Hong mendapati persoalan. Kim Su Hon (Kim Dong Yok) adiknya menjadi roh jahat karena meninggal dengan cara tidak wajar. Sepertinya Korea dan Indonesia memiliki kesamaan: orang yang meninggal dengan cara tidak wajar akan menjadi roh jahat dan gentayangan. Akibatnya Kim Su Hon menjadi masalah buat kakaknya di persidangan sebab di antara keduanya ternyata ada persoalan yang belum tuntas. Hukum kausalitas pun mengambil peran. Tidak ada sesuatu terjadi begitu saja tanpa memiliki penyebab. Langit dan dunia saling berhubungan. Satu kesalahan di dunia akan menghambat langkah di akhirat seperti sebuah hutang yang belum terbayar.
Dalam proses perjalan selama 49 hari di akhirat itu, barulah drama demi drama terjadi, fakta-fakta baru muncul kalau Kim Ja Ho memiliki celah keburukan dan di sini kita akan paham, tidak ada siapa pun yang lahir dan hidup dengan tidak memiliki kejahatan. Film ini juga berhasil mengaduk-aduk emosi. Pasalnya, film ini juga berkisah tentang keluarga, tentang ibu, tentang sebuah jalan hidup dan tentang sebuah pilihan. Kisah Ibu Kim Ja Hong yang bisu itu akan menuntun dan menyentuh hati paling dalam dan barangkali akan sedikit menampar juga mengeluarkan air mata kita. Pada bagian ini, saya ingat kata teman-teman saya kalau jangan nonton film korea jika tak kuat. Barulah sekarang saya paham maksudnya.
“Tidak ada perbuatan yang betul-betul sia-sia di dunia. Semua memiliki konsekuensinya yang akan dipertanggungjawabkan”. Ya, kata-kata ini tidak berasal dari film Along With The Gods tapi begitu familiar bagi siapa saja yang sering mendengar khotbah jumat. Barangkali pesan itu pula yang ingin disampaikan dalam film ini. Juga, bahwa kematian sesungguhnya adalah pintu untuk menuju ke kehidupan selanjutnya ialah sebuah pukulan telak bagi mereka yang tidak mengimani hari akhir.
Akhirnya Along With The Gods sepertinya adalah sebuah khotbah dalam wujud visual melalui medium film, sebab dari segi cerita yang ditampilkan, begitu banyak pesan-pesan moral. Terlebih tentang bagaimana amal dan dosa seseorang akan ditimbang. Film ini hendak memperingatkan kita kalau kehidupan yang akan datang ditentukan dari bagaimana kita memperlakukan hidup di dunia kita sekarang.