Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Little Sunny Girl: Tembang yang Mengusung Isu Perempuan

author = Diani Kramer

Bagai menyulam kelam, siang itu perkebunan karet menjadi saksi bisu seorang perempuan remaja berusia 14 tahun yang harus menelan pahit paling getir dalam hidupnya. Mimpi buruk apa yang lebih mengenaskan daripada mati dalam keganasan? Terlebih ia mati dalam ketakutan yang selalu menggerogoti pikiran semua kaum hawa: dilecehkan, direnggut kehormatan. Ia diperkosa oleh 14 remaja tanggung yang entah masih memiliki nurani atau tidak. Selanjutnya kita tahu bahwa gadis ini dibunuh dengan cara paling keji yang saya bahkan tak kuasa menuliskannya. Kita mengenal gadis itu sebagai Yuyun.

Jujur, awalnya saya mengetahui berita ini dari postingan di sosial media yang memuat poster bergambar seorang perempuan tengah menggenggam sebuah kembang api kecil dan sebuah tipografi bertuliskan “Nyala untuk Yuyun”. Hal itu memantik saya untuk mencari berita pada media online.

Ketika kabar ini diangkat media massa, masyarakat pun tak pelak merasa begitu geram. Telinga saya terasa ngilu luar biasa, tangan saya gemetar hebat sesaat setelah membaca berita tentang kepiluan yang dialami Yuyun. Kasus ini banyak menuai reaksi masyarakat, mereka mengecam, bahkan mengajukan tuntutan yang beragam, mulai dari menuntut hukuman yang seberat-beratnya kepada para pelaku hingga menuntut perubahan regulasi pada Undang-Undang Kekerasan dan Pelecehan Seksual. Jelas kasus ini sangat membuat resah dan gelisah banyak pihak, termasuk mengetuk hati seorang penyanyi folk asal Jakarta: Oscar Lolang. Ya, kegelisahan memang bisa dikonversikan dalam bentuk apapun, termasuk dalam sebuah lagu seperti yang dilakukan oleh Oscar Lolang.

Pertengahan Januari lalu, Oscar Lolang penyanyi folk asal Jakarta merilis single bertajuk “Little Sunny Girl” setelah sebelumnya merilis single berjudul “Eastern Man”. Oscar memaparkan bahwa lagu ini adalah respon Oscar terhadap kasus pelecehan seksual yang menimpa Yuyun. Walaupun pada lirik Oscar menuangkan kegelisahan dengan membuat tema menjadi lebih umum, yaitu “domestic abuse” meski ia terinsprasi dari kasus Yuyun namun ia tak secara spesifik menuangkannya pada lirik lagu.

Dengan alunan gitar serta vokal yang khas terbalut nuansa folk yang kental. Oscar sebagai penyanyi sekaligus penulis lagu, melantunkan elegi yang banyak dirasakan oleh para perempuan yang memilih bertahan dalam kebersamaan yang membelenggu. Bahkan, seperti tidak ada pilihan lain. Melepas penderitaan seolah seperti menarik pelatuk pistol yang ada pada lingkungan sekitar. Ini membuat saya tak hanya menikmati musik secara audio-visual, namun, penghayatan Oscar dalam melantunkan lagu, serta merta menularkan keresahan yang ada pada latar belakang pembuatan lagu.

Jika menilik lirik pada lagu, pada bait pertama:

Little Sunny Girl 
I’ve known you since you were a toddler 
And we grew up together 
Now we’re 23 
You’ve found your man for you to marry 
Yes, I hope you’ll be happy

Pada bait pertama, Oscar menceritakan seorang perempuan, dan ia menceritakan dengan menggunakan  sudut pandang orang pertama. Jelas pada bait pertama dijelaskan bahwa, mereka bersahabat dari kecil, dan di titik ini, di usia ke-23 perempuan tersebut menemukan calon suami, dan sebagai sahabat ia turut bersuka cita.

He was a fine lookin’ man 
He came from outta town 
He was sweeter than any wine 
You’ve known him for too long 
I know it’s hard for you to say ‘no’ 
When he came to propose 

Pada bait ini, penggambaran sang pria pilihan di gambarkan dengan kesan yang sangat baik, dan bisa dikatakan bahwa pria ini nyaris sempurna, penegasan itu bisa kita dapatkan dari kata “He was sweeter than any wine”, dan seperti nya tidak ada alasan untuk menolak pria ini, dapat dilihat dari kalimat “I know it’s hard for you to say ‘no’ / When he came to propose.”

He cracked that egg with his feet 
You both walked to your fancy seats 
And you said, Thanks my dear friend 
You slept in his bed 
And after that he bumped your head 
To the walls of his parent’s place 

Pada bait sebelumnya, semua seolah berjalan sempurna, tidak ada keganjilan yang terendus. Dan pada bait ini saya sempat membayangkan sebuah pernikahan yang sangat indah dan pastinya bisa membuat saya iri seolah berjalan dengan begitu khidmatnya. Dan rasa iri itu harus terhenti, pada bait:

You slept in his bed 
And after that he bumped your head 
To the walls of his parent’s place 

Batin saya tersentak! Setelah merasakan manisnya pesta pernikahan, pahit harus dirasakan di atas ranjang. Ia mendapatkan sesuatu yang tidak layak, yaitu kekerasan secara fisik. Dalam presepsi saya, “walls of his parents place, adalah sikap acuh mertua yang mendiami ketidak warasan yang terjadi pada pernikahan anak nya sendiri meski mengetahuinya.

He forced you to undress 
Every night he hit your face 
But his parents were shut 
Monsters are made in the world where angels live 

Pada bait ini, pilu semakin berkecambah dan merambat. Saya menafsirkan ini seperti klimaks dalam sebuah kisah, dan saya sempat berasumsi bahwa perempuan ini mengalami marital rape. Dan mertuanya tetap bungkam.

Little Sunny Girl 
Come if you’re not able to overcome 
He was my remorse 
Forget the Vatican 
Forget society 
You are save here with me

Dan di bait terakhir, sudut pandang orang ketiga seolah ingin merangkul, dan menolong. Dan kata-kata forget society seolah menegaskan, bahwa banyak perempuan yang bertahan dalam pilihan yang salah karena lebih takut dengan beban moral dibandingkan menderita dalam kebersamaan.

Video klip sendiri sudah bisa dinikmati di laman youtube berikut, dan lagu ini ada pada rangkaian album Epilogue. Dian Tamara selaku director video clip, menyajikan tayangan yang sangat apik, saya pribadi sangat menikmati sinematografi video klip ini yang terkesan simple, manis, oldie. Video klip berdurasi 3:21 ini pun menggambarkan kisah ini secara bias.

Ia mendedikasikan lagu ini untuk semua perempuan yang mengalami kepiluan, bahkan kekerasan yang terselubung dalam sebuah hubungan. Disadari ataupun tidak, masih banyak perempuan yang bertahan dalam kesenduan,  memilih menutup mata atas nama perasaan. Sementara  logika terus tergerus, terkikis mungkin oleh cinta. Semoga lagu ini dapat mewakili perasaan setiap perasaan perempuan yang harga dirinya terinjak-terinjak. Dan kita berharap semoga tidak ada Yuyun yang lainnya.

Lagu memang dapat menyalurkan kegelisahan, dan pria kelahiran 1993 ini patut diacungi jempol karena kepeduliannya dengan mengangkat isu feminisme.

 

 

Redaksi Kibul.in membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa pun untuk berkontribusi dalam media ini. Kami menerima tulisan berupa cerita pendek, puisi, esai, resensi buku, dan artikel yang bernafaskan sastra, seni, dan budaya. Selain itu, kami juga menerima terjemahan cerpen dan puisi.

Silakan mengunjungi halaman cara berkontribusi di: https://kibul.in/cara-berkontribusi