Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Funes Si Pengingat [Jorge Luis Borges]

author = Maestro Simanjuntak

Aku “mengingat” pria itu (Aku tidak punya hak mengatakan kata keramat ini, hanya satu orang di dunia ini yang punya hak dan dia telah mati) dengan bunga gelap menyala dalam genggamannya, melihatnya seolah tidak ada orang lain yang pernah melihatnya, seumur hidup. Aku mengingat Dia, dengan wajahnya yang tenang dan mirip Indian serta luar biasa terasing, tersembunyi di balik rokok. Aku mengingat (Aku rasa), jalinan kulit tangannya yang kasar bergerigi. Aku mengingat di dekat tangan-tangan itu minuman mate dengan gelas labu bergambar lambang kebesaran Uruguay; Aku mengingat penyekat ruangan berwarna kuning dengan pemandangan samar-samar danau pada jendela rumahnya. Aku dengan jelas mengingat suaranya: pelan, kasar, suara sengau khas orang pinggiran, tanpa desis-desis khas italia yang kita gunakan saat ini. Aku hanya bertemu tiga kali dengannya: terakhir kalinya pada 1887..Aku merasa sangat lega mengetahui bahwa mereka yang mengenal Dia harus menulis tentang Dia; testimoni ku mungkin akan menjadi yang paling singkat dan tidak diragukan lagi paling buruk, juga yang paling tidak objektif dalam jilid yang akan kau susun. Statusku yang tercela sebagai orang Argentina akan mencegahku berpuas diri dalam bersyair, sebuah genre wajib ketika subjeknya seorang Uruguay. Cendekiawan, orang kota, bung: Funes tidak pernah mengatakan kata-kata tercela tersebut, tapi Aku cukup yakin Aku mewakili kata-kata itu. Pedro Leandro Ipuche telah menuliskan bahwa Funes adalah pelopor dari orang-orang super, “Zarathustra dengan Logat asli dan tidak berpendidikan.” Aku tidak ingin mendebat gagasan ini, tetapi harap jangan dilupakan bahwa Funes juga seorang bocah yang berasal dari Fray Bentos, dengan kekurangan-kekurangan yang manusiawi.  

Kenangan pertamaku akan Funes sangat jelas. Aku bisa melihatnya pada suatu petang di bulan Maret atau Februari pada tahun 1884. Ayahku pada tahun tersebut, membawaku menghabiskan musim panas di Fray Bentos. Waktu itu Aku baru saja kembali dari peternakan di San Fransisco dengan sepupuku Bernardo Haedo. Kami bernyanyi seraya menunggang kuda bersama, hal ini bukan satu-satunya kegiatan yang membuatku bahagia. Setelah hari yang pengap, badai sehitam papan tulis telah menutupi langit. Didesak angin selatan, pepohonan menjadi liar tidak karuan: Aku ketakutan (dan penuh harap) kekuatan alam hujan akan menerbangkan kami secara tiba-tiba ke alam terbuka. Kami seakan berlomba dengan badai. Kami memasuki jalan gang yang ditutupi dinding bata tinggi di kedua sisi jalan; Aku mendengar langkah kaki yang tergesa dan hampir tidak bersuara dari atas: Aku mendongak dan melihat seorang bocah berlari sepanjang jalan sempit dan rusak bagai tembok yang sempit dan rusak. Aku mengingat terusan koboinya yang panjang dan longgar, sepatu bersol tali, Aku mengingat rokok pada wajahnya yang menegang, berlatarkan awan badai tidak berujung. Bernardo sekonyong-konyong berseru padanya, “Jam berapa sekarang, Ireneo?” tanpa menatap langit, tanpa berhenti, Dia menjawab: “Sekarang jam delapan lewat empat menit, Tuan Bernando Juan Fransisco.” Suaranya melengking, menghina. 

Aku tidak menghiraukan percakapan mereka, percakapan yang tidak menarik minat ku jika saja sepupuku, yang Aku percaya-terdorong oleh sebuah kebanggaan dan kemauan untuk menunjukkan bahwa Dia acuh terhadap jawaban pihak ketiga, memberitahuku bahwa bocah yang kami temui di jalan gang adalah Ireneo Funes, terkenal dengan ciri khasnya sebagai penyendiri dan selalu mengetahui dengan tepat, waktu, seperti arloji. Sepupuku menambahkan bahwa Funes adalah anak dari tukang setrika di kota, Maria Clementina Funes, dan beberapa orang mengatakan bahwa ayahnya adalah seorang dokter di pengepakan daging, seorang Inggris bernama O’connor, dan beberapa orang mengatakan Dia adalah pawang kuda dan pemandu jalan dari area Salto. Dia tinggal bersama ibunya, di sekitar sudut perumahan Laureles. 

Sekitar tahun delapan puluh lima dan delapan puluh enam, kami menghabiskan waktu di Montevideo. Pada tahun delapan tujuh Aku kembali ke Fray Bentos. Aku bertanya, sewajarnya, tentang para kenalan dan akhirnya tentang “Si maha tepat” Funes. Aku diberitahu bahwa Dia dilemparkan oleh kuda yang separuh jinak dan menjadi lumpuh putus asa. Aku mengingat sensasi sihir jahat yang dihasilkan kabar tersebut dalam diriku: terakhir kali Aku melihatnya adalah ketika kami kembali dari San Fransisco menunggangi kuda dan Dia berlari di dataran tinggi; kenyataan ini, diberitahukan oleh sepupuku Bernardo, mirip dengan kualitas mimpi yang terbentuk dari komponen masa lalu. Aku diberitahu bahwa Dia tidak pernah keluar dari ranjangnya, dengan mata terpaku pada pohon ara di belakang rumah atau pada jaring laba-laba. Pada petang hari, Dia akan membiarkan dirinya dibawa ke depan jendela. Dia tetap mengusung kehormatannya seakan kejadian yang membuatnya terpuruk seolah mengandung hikmah… Dua kali Aku melihatnya di belakang jeruji besi jendela, yang secara tidak langsung menggambarkan kondisinya sebagai tahanan seumur hidup: pertama kali, Dia sama sekali tidak bergerak, dengan mata tertutup; di lain waktu, juga sama sekali tidak bergerak, tenggelam merenung dalam semerbak tanaman Santonica.  

Tidak bermaksud menyombongkan diri, pada saat itu Aku telah memulai penelitian metodikal Latin. Koper ku berisi De viris illustribus oleh Lhomond, Quicherrat’s Thesaurus, the commentaries oleh Julius Caesar, dan sebuah jilid dari Naturalis Historia-nya Pliny. Yang kemudian mengembangkan (sampai saat ini) wawasan ku yang terbatas sebagai pakar Latin. Semua hal segera diketahui umum di kota kecil; Ireneo, di rumahnya pada pinggiran kota, tidak butuh waktu lama untuk mengetahui kedatangan buku-buku aneh tersebut. Dia mengirimiku surat yang berbunga-bunga dan resmi dimana Dia membahas pertemuan kami yang sayangnya cukup singkat, “Pada hari ketujuh bulan Februari pada tahun 1884,” kiranya Tuhan membalas jasa-jasa Paman ku Gregorio Haedo, yang meninggal pada tahun yang sama, “perang terjadi antara kedua negara kita yang gagah berani di Ituzaingo.” Dia meminta untuk meminjamkan beberapa jilid buku ku, bersama sebuah kamus “untuk pengetahuan akan naskah asli, karena Aku seorang Latin yang bodoh.”. Dia berjanji akan memulangkan mereka dalam kondisi yang baik, secepatnya. Tulisan tangannya sempurna, dengan garis-garis yang tajam, pengejaannya, adalah jenis pengejaan yang disenangi Andres Bello: i sebagai y, j untuk g. Pada mulanya Aku mengira ini adalah guyonan. Sepupuku lalu meyakinkan ku, bahwa ini bukan guyonan dan ini salah satu ciri khas Ireneo. Aku tidak tahu apakah Aku harus merasa tersanjung atau terhina, ketidaktahuan dan kebodohan dari gagasan bahwa logat lidah Latin yang sulit membutuhkan instrumen seperti kamus; untuk membuat Dia sepenuhnya kecewa, Aku mengiriminya Gradus and Parnassum of Quicherrat karya Pliny. 

Pada hari ke empat belas Februari, Aku menerima telegram dari Buenos Aires memberitahukan Aku harus segera kembali, karena ayah ku “kurang sehat.” Semoga Tuhan mengampuni ku; kehormatan sebagai penerima telegram yang mendesak, keinginan untuk berbincang ke seluruh Fray Bentos, kontradiksi antara berita buruk dan keterangan yang memerintah, godaan untuk mendramatisasi penderitaanku, pemikiran Stoic jantan yang mempengaruhi, mungkin telah mengalihkanku dari segala kemungkinan duka yang nyata. Ketika Aku mengemasi koper, Aku melihat bahwa The Gradus dan jilid lainnya hilang. Kapal Saturn akan berlayar keesokan hari, pada pagi hari; malam harint, setelah makan malam, Aku berjalan ke arah Rumah Funes. Aku tercengang menemukan hari belum terlalu gelap dari yang seharusnya. 

Di rumah kecil bersahaja, Ibu Funes membukakan pintu untukku. Dia memberitahuku Funes ada di ruang belakang dan agar Aku jangan terkejut menemuinya dalam keadaan gelap, karena Funes tahu bagaimana cara melewatkan jam-jam kosong tanpa menyalakan lilin. Aku berjalan melewati taman kecil, sebuah gang kecil, lalu sampai pada taman kecil kedua. Di sana ada punjung anggur; kegelapan tempat itu serasa sempurna buatku. Tiba-tiba Aku mendengar suara Ireneo yang nyaring, suara melengking. Suaranya dalam bahasa Latin; suarant (yang muncul dari dalam kegelapan) menyuarakan sebuah pidato murung atau doa yang bersahaja atau mantra. Suku kata romawi bergema di taman mini dari tanah; rasa takutku membuat mereka menjadi terdengar samar-samar dan tidak berujung; setelah itu, pada perbincangan panjang malam itu, Aku mengetahui bahwa mereka adalah jalinan paragraf pertama dari bab ke dua puluh empat buku ketujuh dari Naturalis Historia. Subjek dari bab tersebut adalah ingatan; kata-kata terakhir adalah: ut nihil non iisdem verbis redderetur auditum. 

Tanpa sedikit pun perubahan suara, Ireneo memintaku untuk masuk. Dia berada di atas ranjangnt, sedang merokok. Sepertinya, Aku tidak bisa melihat wajahnya hingga fajar tiba; Aku percaya Aku mengenang kembali cahaya sigaretnya yang berkelap-kelip. Ruangan menguarkan bau lembap yang samar-samar. Aku duduk; mengulangi cerita tentang telegram dan penyakit ayahku. 

Saat ini Aku tiba pada bagian tersulit dalam ceritaku. Cerita ini (sebaiknya para pembaca mengetahuinya saat ini juga) tidak mempunyai alur lain selain perbincangan yang terjadi setengah abad yang lalu. Aku tidak akan mengulang kata-kata yang diucapkan, yang saat ini tidak bisa diutarakan kembali. Aku lebih memilih meringkasnya dengan akurat tentang berbagai hal yang Ireneo katakan padaku. Gaya yang bertele-tele terasa berjarak dan lemah; Aku tahu saat ini Aku mengorbankan keampuhan naratif ku; para pembaca harus membayangkan sendiri jam-jam penuh keraguan yang merundungku malam itu.  

Ireneo mulai dengan menuturkan, dalam bahasa Latin dan Spanyol, kasus-kasus orang dengan ingatan yang luar biasa mengesankan yang tercatat di Naturalis Historia : Cyrus, Raja Persia, yang mampu menyebut nama-nama setiap pasukannya; Mithridates Eupator, yang membuat peraturan/hukum dalam dua puluh satu bahasa daerah kekaisarannya; Simonides, penemu ilmu pengetahuan mnemonic, Metrodorus, yang melatih seni dalam mengulangi apa yang Dia dengar hanya satu kali. Dengan maksud yang baik, Ireneo terkesan bahwa kasus kasus seperti tersebut Dianggap luar biasa. Dia memberitahuku bahwa pada petang berhujan ketika kuda kelabu-kebiruan melemparkannya, Dia berubah menjadi manusia sesungguhnya: buta, tuli, bodoh, tidak berwawasan. (Aku mencoba untuk mengingatkan Dia tentang persepsi waktunya yang maha tepat, ingatannya akan nama-nama yang selalu benar; Dia menghiraukanku.) selama sembilan belas tahun Dia telah hidup sebagai seseorang dalam mimpi: Dia melihat tanpa memperhatikan, Dia mendengarkan tanpa menyimak, melupakan semuanya, hampir segalanya. Disaat Dia terjatuh, Dia tidak sadarkan diri; ketika sadarkan diri, masa kini yang kaya dan tajam hampir tidak bisa Dia terima, begitu juga dengan kenangannya yang jauh dan paling remeh.

Beberapa waktu kemudian, Dia sadar Dia telah lumpuh. Kenyataan itu hampir tidak digubris olehnya. Dia beralasan (Dia merasa) bahwa mobilitas adalah harga yang terlalu murah. Saat ini persepsi dan ingatan yang Dia miliki betul-betul sempurna. 

Kita, hanya dalam satu lirikan, mampu melihat tiga gelas pada sebuah meja; Funes, semua dedaunan, dan tangkai-tangkai serta buah yang berpadu membentuk anggur merambat. Dia tahu dengan mendetail, bentuk-bentuk awan selatan di petang hari pada tanggal 30 april, 1882, dan mampu membandingkan mereka satu dan yang lain dalam ingatan dengan noda belang-belang pada sebuah buku dalam bahasa Spanyol yang hanya pernah Dia lihat satu kali, dengan kontur dari buih-buih yang disebabkan sebuah dayung di Rio Negro malam sebelum pemberontakan Quebracho. Ingatan-ingatan tersebut bukanlah ingatan sembarangan; setiap gambaran visual terhubung dengan sensasi-sensasi otot, sensasi-sensasi suhu, dll. Dia bisa merekonstruksi mimpi-mimpinya, semua setengah-mimpinya, dua atau tiga kali Dia telah merekonstruksi satu hari secara menyeluruh; Dia tidak pernah ragu-ragu, tetapi semua rekonstruksi memakan waktu satu harian. Dia memberitahuku, “Aku sendiri mempunyai mimpi lebih banyak dari seluruh umat manusia sejak dunia tercipta.” Dan menambahkan: “Mimpi-mimpiku seperti jadwal bangun kalian.” Dan lagi menjelang subuh: “Ingatan kepunyaanku, Tuan, bagai setumpuk sampah.” Sebuah lingkaran digambar pada papan tulis hitam, sebuah segitiga siku-siku, sebuah bangun datar segi empat-semua ini adalah bentuk bentuk yang kita pahami dan tangkap dengan baik, Ireneo mampu melakukan hal yang sama dengan surai kuda pony yang bergelebar, dengan kawanan ternak di atas sebuah bukit, dengan api yang menyala-nyala dan abunya yang tidak terhitung, dengan banyak wajah orang-orang mati selama Dia hidup, Aku tidak tahu berapa banyak bintang yang bisa Dia lihat di langit. 

Semua hal ini, yang Dia beritahukan padaku, tidak satupun dari mereka yang dulu maupun sekarang Aku ragukan. Pada masa itu tidak ada bioskop atau fonograf/perekam suara; bagaimanapun juga, sungguh aneh dan benar-benar mengesankan bahwa tidak ada seorang pun yang melakukan penelitian dan eksperimen pada Funes. Kenyataannya adalah bahwa kita menjalani hidup menunda hal-hal yang bisa ditunda; mungkin saja jauh di lubuk hati kita semua tahu bahwa kita abadi dan cepat atau lambat umat manusia akan melakukan dan mengetahui segala hal. Muncul dari kegelapan, suara Funes terus berbicara padaku. Dia memberitahuku bahwa pada 1886 Dia menemukan sistem penomoran original dan bahwa hanya dalam beberapa hari Dia sudah sampai pada lebih dari dua puluh empat ribu tanda. Dia tidak menuliskan apa-apa, karena apapun yang Dia pikirkan walau hanya sekali, tidak akan pernah hilang dari ingatannya. Gejala/stimulus pertama yang dialami, menurutku, adalah ketidaknyamanan yang Dia rasakan pada fakta bahwa 33 koboi dalam sejarah Uruguay yang terkenal membutuhkan dua tanda dan dua kata, di tempat dengan kata tunggal dan tanda tunggal. Dia kemudian mengaplikasikan hukum absurd tersebut ke angka-angka lain. Pada angka ke tujuh ribu tiga belas, Dia akan mengatakan (sebagai contoh) Maximo Perez; pada angka tujuh ribu empat belas, Dia akan mengatakan; rel kereta; angka-angka lainnya adalah Luis Melian Lafinur, Olimar, Sulphur, The Reins, The Whale, The gas, The Caldron, Napoleon, Agustin De Vedia. Pada angka lima ratus, Dia akan mengatakan sembilan. Setiap kata mempunyai tanda khusus, pada akhir seri sangatlah rumit…Aku mencoba menjelaskan bahwa komposisi istilah-istilah yang ganjil tersebut adalah persis kebalikan dari sistem angka. Aku memberitahunya bahwa mengucapkan 365 sama dengan tiga ratus,enam puluh, lima-analisis yang tidak bisa ditemukan pada “Numbers” di The Negro Timoteo atau Meat Blanket. Funes tidak memahamiku atau menolak memahamiku. 

Locke, pada abad ke tujuh belas, mendalilkan (dan menolak) bahasa yang mustahil yang mana setiap benda individu, setiap batu, setiap burung dan tangkai, akan mempunyai nama masing-masing; Funes sekali waktu pernah memproyeksikan bahasa berkiasan, namun membuangnya karena baginya tampak terlalu biasa, terlalu ambigu. Kenyataanya Funes tidak hanya mengingat setiap daun pada setiap pohon, tetapi juga setiap kali Dia membayangkannya. Dia memutuskan untuk memperkecil daftar dari setiap masa lalunya menjadi sekitaran tujuh puluh ribu ingatan, yang kemudian ditentukan dengan sandi. Dia kemudian disusahkan karena dua pertimbangan: kesadaran bahwa pekerjaan ini tidak akan berakhir, kesadaran bahwa ini tidak berguna. Dia berpikir bahwa pada jam-jam kematiannya pun, Dia tidak akan mampu selesai mengklasifikasikan semua ingatan masa kecilnya.  

Kedua proyek yang Aku sebutkan (kosakata tak terhingga dengan seri angka, katalog tidak berguna dari ingatannya) memang konyol, tetapi mereka memberikan sedikit pencerahan agung. Mereka mengizinkan kita menarik sesuatu dari alam dunia Funes yang memusingkan. Dia, jangan kita lupakan, adalah orang yang hampir tidak memahami gagasan-gagasan umum, secara intelektual. Tidak hanya begitu sulit baginya untuk menangkap bahwa simbol generik untuk “Anjing” mencakup banyak sekali bentuk dengan ukuran dan individu yang berbeda; hal itu mengganggunya bahwa anjing pada angka tiga empat belas (dilihat dari samping) seharusnya mempunyai nama yang sama dari anjing pada angka tiga lima belas (dilihat dari depan). Wajah Funes dalam cermin, tangannya sendiri, mengagetkannya setiap kali melihat mereka. Seolah berkaitan erat, bahwa kaisar para Liliput mampu mencerap pergerakan jarum jam; Funes disisi lain mampu mencerap perkembangan dari korupsi, tipu daya, dan kemunduran. Dia bisa mencatat pergerakan kematian, kelembapan. Dia adalah penonton yang sendirian dan nyata dari dunia yang persis, bermacam-macam, instan dan hampir tak tertahankan. Babilonia, New York, London dijejali dengan imajinasi-imajinasi manusia yang megah dan ganas; tidak satupun dari menara menara mereka yang padat atau jalanan mereka yang berdesakan, pernah merasakan panas dan tekanan dari kenyataan yang tidak kenal lelah seperti siang dan malam yang menghimpit Ireneo yang malang, di pinggiran kota Amerika Selatan. Begitu sulit baginya untuk tidur. Tidur adalah memalingkan pikiran seseorang dari dunia; Funes, berbaring di atas ranjang di balik bayang-bayang, mampu membayangkan setiap celah, setiap retakan, setiap bagian yang di cor, mampu menggambarkan sampai pada hal terkecil rumah yang menaunginya. (Aku ulangi bahwa yang paling kurang berguna dari ingatan-ingatannya adalah menit demi menit yang lebih hidup dari persepsi kita tentang kenikmatan fisik atau siksaan fisik). Di arah timur, sepanjang bentangan yang belum terbagi menjadi blok-blok, terdapat beberapa rumah baru, asing bagi Funes. Dia membayangkan rumah-rumah itu, hitam, padat, terbuat dari kegelapan yang merata; Dia akan memutar wajah ke arah tersebut agar bisa tidur. Dia juga akan membayangkan dirinya berada di dasar sungai, terbenam dan diremukkan arus. 

Tanpa usaha sama sekali, Dia menguasai bahasa Inggris, Prancis, Portugis dan Latin. Aku menduga, bagaimanapun, bahwa Dia tidak terlalu mampu berpikir. Berpikir berarti melupakan perbedaan-perbedaan, generalisasi, membuat abstraksi-abstraksi (memisahkan, menyusun, menetapkan).  

Cahaya lemah dari sang fajar memasuki taman kecil yang terbuat dari tanah. Lalu Aku melihat wajah pemilik suara yang telah berbicara sepanjang malam. Ireneo berusia sembilan belas tahun; Dia lahir pada tahun 1868; Dia terlihat bagiku se monumental perunggu, lebih kuno dari Mesir, lebih tua dari nubuatan dan Piramid-piramid. Aku berpikir bahwa setiap kata-kata ku (juga setiap pergerakanku) akan tersimpan dalam ingatan tak bercela miliknya, Aku dilumpuhkan oleh rasa takut akan menambahkan gestur-gestur yang tidak berguna. 

Ireneo Funes wafat pada tahun 1889, disebabkan penyumbatan paru-paru.