Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Mengalami Sastra di Tahun Baru di JBS

author = Redaksi Kibul

Selepas azan asar berkumandang, sore itu hawanya cukup panas ketika Kibul.in mengunjungi kedai Jual Buku Sastra (JBS). JBS merupakan kedai buku alternatif yang dari luar nampak seperti bukan toko buku. Meskipun demikian, JBS telah lama menjadi rujukan rutin bagi sejumlah pecinta buku yang tak menemukan buku yang diinginkannya di toko buku biasa. Bahkan, bila berkunjung ke JBS dan kita tak juga menemukan buku yang kita inginkan di sana, pemiliknya akan menerangkan dengan sabar bagaimana bisa mendapatkannya dan menunjukkan di mana toko, penerbit, lembaga, atau orang yang menjualnya. Di kedai JBS pengunjung lebih dianggap sebagai tamu daripada calon pembeli. Indrian Koto tak rikuh untuk meracik kopi dan menyuguhkannya apabila seorang pengunjung menunjukkan gejala hendak berbincang lama.

Menjelang peralihan tahun seperti ini, JBS menghelat acara tahunan bertajuk “Tahun Baru di JBS”. Acara tersebut sudah terselenggara dalam lima tahun terakhir. Kibul datang berkunjung untuk berbincang tentang agenda tahunan itu, dengan pemilik JBS, Indrian Koto, yang menyambut kami dengan kehangatan yang serasa sama dengan matahari sore itu.

Kapan pertama kali ada acara Tahun Baru di JBS?

Pertama kali ada itu tahun 2013, bulan Desember ya, sekitaran akhir tahun juga itu. Konsep awalnya itu cuma ada teman-teman, mau main ke Jogja. Kebetulan dulu JBS ini punya grup whatsapp, Grup JBS namanya. Jadi itu kumpulan para pembeli buku di JBS. Sekarang grupnya nggak terlalu aktif sih. Jadi temen-temen yang dari luar kota itu kumpul di grup, sudah kayak komunitas. Jadi mereka beberapa mau main ke Jogja, ke JBS, terus mereka nanya: ada acara apa di Jogja? Acara sastra gitu? Karena sebagian besar dari mereka kan suka sastra gitu. Jadi itu salah satu faktor sih, ‘coba dibikin ada acara sastra kecil gitu deh di JBS’. Jadi kita bikin diskusi, pertama itu sama Dea (Dea Anugrah) sama itu, Bara (Bernard Batubara). Jadi awalnya kita punya konsep tahunan sih. Jadi tahun pertama itu kita ngomongin penulis, terus tahun berikutnya ngomongin penerbitan, sampai tahun terakhir itu ngomongin perkembangan penerbitan di Jogja.


Jadi sejak awal memang sudah direncanakan akan menjadi acara tahunan?

Iya, memang sudah diniatkan seperti itu. Tapi kerja di lapangan memang ada improvisasi di situ. Persiapannya selalu mendadak sih.


Respon publik terhadap acara ini seperti apa?

Kalau itu kita nggak bisa mengukurnya sih. Respon publik saya nggak tahu. Tapi kalau dengan penerbit, sampai sekarang temen-temen penerbit selalu siap membantu. Kayak sekarang misalkan, kita menawarkan ke penerbit agak mendadak gitu, saya tidak bisa bilang mereka antusias sih, tapi mereka masih mau membantu dan bisa diajak kerja sama gitu


Apa bedanya acara tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya?

Kalau konsep acara sih, tidak terlalu berbeda sih. Hampir sama setiap tahun. Modelnya sih kita mengundang penulis untuk membicarakan bukunya sendiri. Nah, mungkin ini yang membedakan dengan diskusi sastra yang lain. Selama ini kan diskusi sastra ada pembicara, karya sastra dibahas gitu. Nah, kita ubah konsep itu. Penulis yang membicarakan karya. Publik kan ingin tahu, gimana sih proses kreatif orang ini gitu. Karena memang sasaran kita itu orang muda sih. Jadi agak lebih cair gitu, sebenarnya diskusi di Tahun Baru di JBS juga bukan diskusi yang terlalu serius sih. Intinya ingin mempertemukan penulis dengan pembacanya gitu.


Siapa saja penulis yang pernah terlibat?

Ada cukup banyak sih, terutama dua tahun terakhir ini, selalu ada lebih dari dua puluh pengisi acara. Sebagian besar sih, memang penulis muda. Yang lain mungkin seperti Agus Noor, Joko Pinurbo, Gunawan Maryanto selalu mau membantu kita. Mas Jokpin dua tahun belakangan selalu membantu kita, Gunawan Maryanto hampir tiap tahun selalu mau membantu kita juga.


Ada penulis dari luar Jogja juga?

Ada banyak. Dari luar kota banyak. Tahun ini kita ada satu sesi dengan penerbit dari Malang, Pelangi Sastra. Mereka akan ngobrol tentang karya-karya mereka, penerbitan mereka juga. Nah, ini mungkin hal yang baru juga di tahun ini. Juga ada workshop Penulisan selama lima hari. Kalau tahun kemarin cuma dua hari, tahun ini ada lima hari berturut-turut.


Namanya kan JBS, Jual Buku Sastra. Nah, apakah buku yang dijual hanya buku sastra saja? Apakah ada buku non sastra yang dijual?

Sekarang masih ada. Kita tidak bisa benar-benar fokus di sastra murni. Kita tidak bisa melepaskan filsafat dari Sastra, juga buku-buku sejarah, kita tidak bisa menjauhkan. Visi JBS memang berfokus di buku Sastra dan buku Indie. Kita sekarang fokusnya memang ke buku-buku indie terutama yang kami stok di rumah. Kita juga jual buku-buku reguler gitu yang kita anggap potensial, dan orang lain susah mencarinya. Untuk buku-buku dari penerbit mayor kita memang tidak selalu hadir di awal. Misal penerbit A gitu, penerbit mayor menerbitkan buku gitu, kita tidak langsung ikut menjualkan buku itu, karena orang masih bisa membeli buku itu di toko buku. Karena JBS hadir bukan untuk melawan toko buku, kami hadir sebagai ruang alternatif.


Yang biasanya paling banyak dibeli itu buku apa dalam acara Tahun Baru di JBS? Buku Puisi atau Prosa?

Kalau dari tahun-tahun kemarin sih buku terjemahan yang paling banyak terjual. Cuma mungkin penulis yang hadir di sini bisa berpengaruh ke penjualan. Misal ada penulis siapa gitu hadir di sini, kumpul-kumpul terus minta tanda tangan. Cuma karena agenda acara kita diskusi semua, jadi mungkin tidak semua penulis bisa seberuntung itu.


Di acara ini juga ada penjualan buku secara online, lebih laku yang online atau yang offline?

Tetap offline yang lebih laku. Ini tahun ketiga kita buka penjualan online, tapi tetap belum maksimal. Mungkin karena kurang sumber daya juga. Tapi tahun kemarin agak lumayan yang dari online.


Selain Penulis dan Penerbit siapa lagi yang terlibat dalam acara ini?

Ah, yang baru tahun ini, untuk event workshop kita bekerja sama dengan komunitas dan penerbit. Pada akhirnya JBS ketika menyelenggarakan event seperti ini mau nggak mau harus melibatkan lembaga lain untuk bekerja sama. Baik dalam penyelenggaraan maupun di event-nya. Ketika kami berusaha sendiri kami terkendala di tenaga dan biaya juga.
Tahun ini ada workshop yang bekerja sama dengan Klub Buku Yogyakarta untuk penyelenggaraannya dan Penerbit Basabasi membantu untuk penulisnya.


Ada rekan media yang terlibat?

Belum ada sih. Sejauh ini belum ada kerjasama secara langsung dengan media. Cuma kita minta support untuk membantu mempromosikan acara ini melalui media sosial. Kita kendalanya selalu itu sih. Promo di media. Kita tidak punya rekan media, tidak punya kenalan di media. Jadi agak susah.


Pendapat Bang Koto tentang Kibul seperti apa?

Nah, Kibul ini menarik. Makanya nanti di Tahun Baru di JBS kita bikin diskusi media online. Kita harap Kibul bisa bicara visinya, karena gini, banyak media online yang lahir tapi kita tidak tahu targetnya apa.
Jadi saya sendiri juga berharap (dalam diskusi itu) Kibul bisa kasih tahu ke publik, Kibul itu media seperti apa, fokusnya ke mana, maunya apa. Karena gini, ketika media online itu lahir, jadinya malah mirip majalah kampus, ada cerpen, puisi gitu. Nah, apakah media online juga harus seperti itu gitu lho? Itu kan menarik untuk diperbincangkan.

 

Itu sekelumit perbincangan kami dengan Indrian Koto. Jika kamu sedang berada di Jogja, kebetulan menggemari sastra, mengapa tidak mencoba mengunjungi JBS pada perbatasan tahun kali ini. Selain bisa mendapatkan pelbagai buku sastra dari berbagai penerbit, kamu juga bisa mengikuti diskusi gratis, perbincangan penulis dan karyanya, juga mengikuti lima workshop berbayar (dan sangat murah jika dibandingkan dengan ilmu yang didapat) dan pembacaan serta pementasan karya.

Dengan sejumlah agenda yang menarik tersebut, JBS seakan mengajak untuk mengalami sastra dari proses bagaimana karya ditulis, diterbitkan, didistribusikan, dibaca, dipentaskan, dan dinikmati dalam ruang personal maupun ruang publik.⁩

 

Redaksi Kibul.in membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa pun untuk berkontribusi dalam media ini. Kami menerima tulisan berupa cerita pendek, puisi, esai, resensi buku, dan artikel yang bernafaskan sastra, seni, dan budaya. Selain itu, kami juga menerima terjemahan cerpen dan puisi.

Silakan mengunjungi halaman cara berkontribusi di: https://kibul.in/cara-berkontribusi