Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

JENTERA: Pergelaran Musikalisasi Sastra 2019

author = Studio Pertunjukan Sastra

Taman
Budaya Yogyakarta (TBY) bekerja sama dengan
Studio Pertunjukan Sastra (SPS) kembali menyelenggarakan acara Pergelaran Musikalisasi Sastra yang pada tahun
2019 ini mengusung tajuk Jentera. Pergelaran
sastra satu-satunya di Indonesia yang menampilkan beragam tafsir musikal atas karya sastra secara
berkala satu tahun sekali ini akan digelar pada Jumat, 20 September 2019 di
Gedung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta pada pukul 19.00-22.00 WIB. Akan
tampil empat grup dengan empat karya yang berbeda, yakni Api Kata Bukit
Menoreh, The Wayang Bocor, Paduan Suara Mahasiswa Swara Wadhana UNY, dan Kelompok
Kampungan.

“Menilik kesuksesan
Pergelaran Musikalisasi Sastra tahun 2018 yang di selenggarakan di Gedung
Societet Taman Budaya Yogyakarta selama dua malam menarik antusiasme penonton
yang sebagian besar adalah generasi muda, maka Pergelaran Musikalisasi Sastra kembali
digelar pada tahun 2019 ini dengan konsep dan nuansa yang berbeda. Para
penampil tersebut adalah grup-grup yang telah menunjukkan prestasinya di kancah
lokal, nasional, bahkan internasional,” ujar Latief S. Nugraha, narasumber
pergelaran.   

Carik Studio Pertunjukan
Sastra itu menambahkan, “Melalui tajuk acara ini, Jentera, Yogyakarta dimaknai
sebagai satu poros siklus roda-roda kreativitas seni yang terus berputar dan memintal
karya-karya para seniman-sastrawan menjadi suatu kesatuan. Kata demi kata
beralih wahana dalam nada, irama, gerak, dan warna yang harmoni. Di atas megah panggung
pentas, karya sastra terbukti telah berhasil mencuri cara menyuarakan nada
bicaranya dengan lantang. Kata-kata yang semula menentang dan menantang dalam sunyi,
menjadi berbunyi. Paduan antara sastra dan musik melahirkan keluasan cakrawala
interpretasi yang selalu baru. Nada dasarnya adalah pertemuan antara berbagai
unsur yang harmoni dalam satu pintalan yang berputar seirama dalam jentera. ”

Di dalam acara ini, Api
Kata Bukit Menoreh yang merupakan satu komunitas seni rupa dari Kulon Progo
akan menampilkan perfoming art,
memadukan puisi, lukis, dan musik. Komunitas yang selain melukis juga gemar
menulis puisi ini akan memberikan tafsir terhadap puisi-puisi karya Subagio
Sastrowardoyo, Darmanto Jatman, M. Thahar, Abdul hadi W.M. Ragil Suwarna
Pragolapati, dan Endang Susanti Rustamaji ke atas kanvas menjadi sastra rupa. Suatu
bentuk penyaluran ekspresi dalam bentuk karya seni rupa sekaligus sastra.

Sementara itu, The Wayang
Bocor dalam kesempatan ini akan menyajikan satu reportoar berjudul “Permata di
Ujung Tanduk”, sebuah kisah tentang Sakuntala yang diangkat dari puisi-puisi
karya Gunawan Maryanto. Proyek penciptaan karya pertunjukan wayang kontemporer
hasil ide kreatif perupa Eko Nugroho ini hadir di sebagai perwujudan kolaborasi
para seniman dari perbagai disiplin dalam menggali lebih dalam
kemungkinan-kemungkinan estetika baru dan segar dalam pertunjukan wayang
kontemporer sebagai media alih wahana karya sastra. Perpaduan tersebut menjadi
satu keseimbangan sajian di atas panggung berupa pertunjukan wayang dan
teatrikal yang kekinian dan diminati generasi milenial.

Satu hal yang baru, kali
ini akan disajikan oleh Paduan Suara Mahasiswa Swara Wadhana UNY. PSM Swara
Wadhana UNY sebagai satu grup vokal yang mewadahi kegiatan mahasiswa di bidang
tarik suara akan menyajikan tembang dan nyanyian merespons puisi-puisi karya Chairil
Anwar, Asrul Sani, Wisnoe Wardhana, dan tembang karya Ki Hadi Sukatno dalam
lantunan paduan suara. Agaknya ini menjadi yang pertama untuk grup paduan suara
mahasiswa dengan menciptakan lagu dari puisi dan menyajikannya dalam sebuah
acara pergelaran sastra. Prestasi PSM Swara Wadhana UNY di ajang tarik suara
tingkat nasional dan internasional menjadi satu timbangan untuk menantangnya
dalam menghadirkan beberapa lagu yang diolah dari puisi karya para
penyairterkemuka Indonesia tersebut.

Sebagai gong, Kelompok Kampungan yang dikomandani oleh Bram Makahekum
akan menyajikan konser “Berkata Indonesia dari Yogyakarta”. Satu pionir grup
musik folk legendaris yang lahir di Yogyakarta ini kita tahu sejarah dan
kiprahnya di belantika musik Indonesia sejak tahun 1970an dengan menyatukan
untur musik modern dan etnik dalam setiap penampilannya. Kelompok Kampungan
dipilih karena karya-karyanya yang yang legendaris dan monumental sehingga akan
mengajak menonton kembali bersemangat dan sekaligus bernostalgia. Syair-syair
yang bersuara karya Bram Makahekum juga puisi-puisi karya W.S. Rendra akan
membuat bendera merah putih dengan semangat perjuangan dan persatuan bangsa berkibar-kibar
di penghujung Pergelaran Musikalisasi Sastra 2019 ini.

“Studio Pertunjukan Sastra telah merekam dan mencatat
peristiwa demi peristiwa tatkala puisi dan karya sastra lainnya hadir di
hadapan tatapan mata dan kamera. Kita tentu
menyadari, di dalam sejarahnya gelaran pertunjukan sastra telah ada sejak
masa-masa yang silam. Sastra bukanlah bidang yang berdiri sendiri dalam
kehidupan lapang, khususnya kebudayaan, dan terutama kesenian, melainkan dunia
yang integral dengan jagat kesenian lainnya. Masyarakat kita sesungguhnya sudah
sangat dekat dengan karya sastra lewat pergelaran wayang, tetembangan, beragam
seni pertunjukan, juga cerita tutur yang mengakar dan menjalar dari ingatan
yang satu ke ingatan yang lainnya. Dengan cara itulah sastra kembali kepada
muasal, yakni teks yang tumbuh di dalam kepala,” imbuh Latief.   

Menurutnya, gairah seni pertunjukan sastra dewasa ini sungguh
membesarkan hati. Bermacam-ragam karya alih wahana yang bersumber dari sastra
telah dihasilkan, dari yang sederhana hingga yang istimewa. Hal tersebut
seperti telah menjadi representasi Yogyakarta di bidang sastra. Bisa dibilang keberadaan
event sastra di dalam lingkup
pergaulan masyarakat Yogyakarta tidak pernah mati. Kian hari makin bertambah dan berkembang di
ruang-ruang kreatif komunitas sastra dan di tangan orang-orang terampil
sehingga lahirlah suatu kemasan yang segar.

            Sementara itu Drs. Diah
Tutuko Suryandaru selaku Kepala Taman Budaya Yogyakarta menyatakan, “Perpaduan
antara karya sastra dengan musik, juga dengan disiplin seni yang lain seperti
sandiwara, seni rupa, seni tari, wayang, hingga gambar digital telah disajikan dalam
Pergelaran Musikalisasi Sastra di Taman Budaya Yogyakarta. Apresiasi terhadap
karya berupa puisi maupun prosa, baik karya sastra berbahasa Indonesia maupun
berbahasa Jawa telah hadir menuntun para penonton untuk tidak sekadar menjadi
saksi namun mengajak untuk beraksi, entah apa pun wujudnya. Kualitas karya
sastra dan kualitas karya seni pertunjukan menjadi menu utama yang acap kali
membuat penonton tertegun berdecak kagum menyaksikan pertunjuka di hadapannya
yang melampaui imajinasi atas teks sastra yang dibaca. Atmosfer penonton dan
penyaji yang sebagian besar adalah generasi muda menjadi satu putaran energi
kreatif yang
besar dan kuat.”

“Karya sastra, terutama puisi, menjadi satu sajian
yang kaya penafsiran musikal. Pertunjukan puisi melalui format ini akan menjadi
mudah dinikmati, dikenal, dan dikenang. Pergelaran Musikalisasi Sastra tahun
2019 merupakan satu wujud perayaan kreativitas seni di dalam menafsir karya sastra
dan merayakan terpeliharanya dinamika
zaman yang terus berputar dengan
hadirnya estetika-estetika dengan
tetap mempertahan etika ketika mengolah
nilai-nilai yang terkandung
di dalam karya sastra saat
beralih wahana menjadi karya pertunjukan yang disajikan dihadapan peradaban masyarakat
kontemporer abad ini,” pungkasnya.